Rabu, 27 Februari 2013

HIDROSTATIKA II HUKUM ARCHIMIDES



HIDROSTATIKA II
HUKUM ARCHIMIDES

14-1 ASAS ARCHIMIDES

Hukum sains biasanya adalah suatu pernyataan di dalam dunia ilmu
pengetahuan yang biasanya berupa teori yang sebelumnya telah didukung oleh
percobaan-percobaan dan menyangkut teori-teori sebelumnya yang dapat
mendukung teori dan hukum tersebut.
Dalam sejarahnya, hukum sains dapat diilhami berdasarkan suatu percobaan
secara ilmiah, ada juga hukum tersebut dibuat atas dasar pemikiran yang kritis
atau dengan sesuatu keadaan coba-coba bahkan atas sesuatu ketidaksengajaan
Bunyi Hukum Archimedes (+250 sebelum Masehi)
"Jika suatu benda dicelupkan ke dalam sesuatu zat cair, maka benda itu akan
mendapat tekanan keatas yang sama besarnya dengan beratnya zat cair yang
terdesak oleh benda tersebut".
Garis tidak beraraturan pada gambar 14-1 melukiskan sebuah permukaan
khayalan yang membatasi suatu bagian sekehendak fluida dalam keadaan diam.
Anak – anak panah pendek melukiskan gaya yang dilakukan terhadap unsur –
unsur kecil permukaan batas tadi seluas dA oleh fluida di sekelilingnya.
Gaya df terhadap tiap unsur pada unsur yang bersangkutan, dan sama
dengan p dA. Dimana p hanya bergantung pada kedalaman vertikal dihitung dari
permukaan bebas, dan bukan pada bentuk atau letak permukaan batas itu.
Jurusan Teknik Sipil MODUL KE-14
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
Karena seleuruh fluida dalam keadaan diam, maka komponen-x resultan
gaya – gaya permukan ini sama dengan nol. Komponen-y resultan ini, yaitu Fy,
harus sama dengan berat fluida yang berada di dalam bidang batas sekehendak
tadi, yaitu mg, dan garis kerjanya harus lewat pusat berat fluida ini.
Sekarang bayangkan fluida di dalam bidang itu tadi disingkirkan lalu
diganti dengan sebuah benda padat yang bentuknya tepat sama seperti semula
sehingga gaya yang dikerjakan terhadap benda itu oleh fluida sekelilingnya tidak
berubah.
Artinya, fluida ini menggariskan terhadap benda tersebut suatu gaya
ke atas Fy yang sama besar dengan berat mg fluida yang mula – mula
menempati bidang batas dan yang garis kerjanya lewat pusat berat semula.
Benda yang terbenam demikian itu, umumnya tidak akan dalam
kesetimbangan. Beratnya mungkin lebih mungkin kurang dari F.
Dan bila tidak homogen, pusat beratnya mungkin tidak terletak pada garis
keraj Fy. Karena itu, pada umumnya, benda itu akan dipengaruhi oleh suatu gaya
resultan melewati pusat beratnya sendiri dan oleh suatu kopel, lalu akan naik
atau turun dan juga berputar.
Bahwasanya suatu benda yang terbenam dalam fluida akan ”terangkat ke
atas” oleh gaya yang sama besar dengan berat fluida yang dipindahkan. Inilah
yang disebut asas archimedes dan, tentu saja sesuai dengan hukum – hukum
Newton dan sifat –sifat fluida.
Posisi garis kerja gaya ke atas, yang biasanya tidak disebutkan dalam
pernyataan tentang asas ini, sama pentingnya dengan besar gaya itu sendiri.
Gambar : Anak –anak bisa mengapung dalam air ?
Jurusan Teknik Sipil MODUL KE-14
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
Gambar. 14-1. Asas Archimedes. Gaya ke atas Fx sama dengan berat fluida
yang tersingkir.
Sifat-sifat fisik yang dimiliki adalah :
1. Kerapatan (density) = massa jenis
Ada 3 macam kearapatan (density)
a. kerapatan massa ( mass density) disimbolkan dengan huruf rho
(ρ)
b. berat jenis (specific weight ) ialah berat per satuan volume (w),
satuannya N/m3)
c. Kerapatan relatif atau specific gravity) yaitu perbandingan berat
suatu benda (zat cair) terhadap air yang bersuhu 4 oC dengan
volume yang sama.
2. Tegangan permukaan
3. Kemampuan untuk dimampatkan (compressibility) k = 1/B ( B =bulk
density)
4. Kekentalan (visikasitas).
Berat balon udara yang mengambang di udara atau berat kapal selam
yang mengapung di bawah permukaan air pada suatu kedalaman, tepat sama
beratmya dengan volum udara atau volum air yang sama dengan volum balon
Jurusan Teknik Sipil MODUL KE-14
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
udara atau kapal selam tadi. Artinya, rapat massa rata – rata balon udara itu
sama dengan rapat massa rata – rata udara dan rapat massa rata – rata kapal
selam sama dengan rapat massa air.
Sebuah benda yang rapat massa rata – ratanya kurang dari rapat massa
rata – rata suatu zat cair, sebagian mungkin mengapung di atas permukaan
bebeas zat cair dan sebagian terbenam di bawahnya. Tetapi dalam hal kapal,
sembarang mengapung saja belumlah memenuhi syarat; kapal harus
mengapung tegak dengan kesetimbangan yang stabil tanpa dapat terbalik.
Syarat untuk ini ialah: garis kerja gaya apaung seyogianya harus lewat pusat
berat kapal dan juga apabila kapal miring, arah kopel yang ditimbulkan oleh
beratnya sendiri serta oleh gaya apung harus demikian rupa sehingga dapat
menegakkan kapal kembali.
Kalau menimbang dengan memakai neraca analitik yang peka harus
diadakan koreksi terhadap gaya spring yang ditimbulkan oleh udara jika rapat
massa benda yang ditimbang sangat berbeda dengan rapat massa anak
timbangan, yang biasanya terbuat dari kuningan. Misalnya, dengan neraca
analitik kita hendak menimbang sepotong papan kayu yang rapatnya 0,4 g cm-3
dengan memakai anak timbangan 20 g yang rapatnya 8,0 g cm-3. berat semu
masing – masing benda tidak lain ialah selisih antara berat sesungguhnya
dengan gaya apung udara. Kalau rapat kayu, ρb rapat kuningan, dan ρa rapat
udara, dan Vw. adalah volume papan kayu dan Vb, volum anak timbangan, maka
berat – berat semu itu, yang adalah sama, ialah:
rwVwg - raVwg = raVbg - raVbg
Massa sejati papan itu ialah rwVw, dan massa sejati anak timbangan
rbVb.
Jadi massa sejatinya:
rwVw = rbVb + ra(Vw – Vb)
= massa anak timbangan + ra(Vw – Vb)
Dalam hal khusus tersebut diatas:
50 3
0,4
20
Vw = = cm
Jurusan Teknik Sipil MODUL KE-14
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
2,5 3
8
20
Vb = = cm , ra = 0,0013 g cm-3
Jadi,
ra(Vw – Vb) = 0,0013 x 47,5 = 0,062 kg.
Karena itu, massa sejatinya = 20,062 g
Jika suatu penimbangan memerlukan ketelitian sampai seperseribu gram,
teranglah bahwa koreksi sebesar 62 perseribu sangat mempunyai arti.
Contoh. Sebuah tangki berisi air diletakkan dia atas sebuah timbangan
pegas, ternyata beratnya sama dengan W sebutir batu, berat W, yang tergantung
pada seutas tali diturunkan masuk ke dalam air tadi tanpa menyinggung dinding
dan dasar tangki Gambar 14-2(a). Berapa berat seluruhnya menurut jarum
timbangan?
Gambar 14-2
Jurusan Teknik Sipil MODUL KE-14
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
Pertama, gaya – gaya terhadap batu ialah seperti ditunjukkan pada
Gambar 14-2 (b); disini B ialah gaya apung dan T ialah gaya tegangan dalam tali.
Karena SFy = 0, maka:
T + B = w
Lalu, gaya – gaya terhadap tangki berisi air dan batu itu ialah seperti
ditunjukkan pada Gambar 14-2(c); disini S ialah gaya yang dikerjakan timbangan
terhadap sistem terisolasi tersebut dan, berdasarkan hukum ketiga Newton, gaya
ini sama besar dan berlawanan arah dengan gaya yang bekerja terhadap
timbangan. Berdasarkan syarat kesetimbangan, kita peroleh persamaan:
T + s = w + W
Kurangi persamaan kedua ini dengan persamaan pertama, maka kita peroleh:
S = W + B
Artinya, jarum skala timbangan menunjukkan pertambahan berat sebesar
gaya apung.
14-2 GAYA DALAM TUBUH BENDUNGAN
Tinggi air disebelah udik sebuah bendungan ialah H (Gambar 14-3). Air
itu mengerjakan suatu gaya resultan horisontal terhadap bendungan, yang
membuat bendunhgan ini cenderung meluncur pada pondasinya, dan juga
mengerjakan suatu momen yang berusaha mengungkit tubuh bendungan
terhadap titik O. yang hendak kita ketahui ialah berapa besar gaya horisontal itu
dan momen gaya tersebut.
Jurusan Teknik Sipil MODUL KE-14
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
Gambar 14-3
Gambar 14-3(b) melukiskan pandangan dari sebelah udik bendungan.
Caranya : kita ambil suatu pias (pita) horizontal pada bagian dalam
bendungan itu, lebarnya = dy dan panjangnya L, tentu luasnya adalah L x dy =
dA. Pias ini terletak setingi y dari dasar sungai.
Tekanan pada pias adalah :
p = ρ g. (H-y)
dan ...
Gaya yang menekan adalah dF = p. dA
Jadi Tekanan pada kedalaman y ialah:
p = rg(H – y)
(Tekanan atmosfer tidak usah dihitung, karena juga bekerja terhadap sisi
hilir bendungan). Jadi gaya pada pias yang berbintik – bintik ialah:
dF = rdA
= rg(H – y) x L dy
Catatan :
1. Gaya total yang bekerja pada bendungan ialah (F):
= ∫ = ∫ -
H
F dF gL y dy
0
r ( )
F = ½ rgLH2
2. Momen gaya yang diberikan oleh gaya dF pada bendungan terhadap titik
tumpuan bendungan (sumbu O ) ialah :
dT = y dF = rgLy(H – y) dy
Maka :
Momen gaya total terhadap O (T) ialah:
= ∫ = ∫ -
H
T dT gLy H y dy
0
r ( )
T = 1/6 rgLH3 . t
Jurusan Teknik Sipil MODUL KE-14
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
3. Jika H ialah tinggi diatas O, dimana gaya total F seharusnya bekerja untuk
menghasilkan momen gaya ini.
Maka :
Tinggi garis kerja gaya total yang bekerja pada bendungan adalah ( H’)
FH’ = T
H’ = T/F
½ rgLH2 x H = 1/6 rgLH3
Maka :
H’ = 1/3 H
Jadi, garis kerja gaya resultan itu berada di 1/3 dari dalamnya air
terhitung dari O, atau 1/3 dalamnya air terhitung dari permukaannya.
Sebagai Ilustrasi ( Kesimpulan )katakanlah bendungan itu secara
keseluruhan terbuat dari beton mempunyai titik berat di titik Z, Jarak garis kerja
gaya berat adalah (G) terhadap titik tumpuan = (O) adalah d. Dan G = Gaya
berat beton secara keseluruhan.
Berdasarkan dalil momen terdapat tiga kemungkinan pada benda tersebut
yaitu
a. Jika G.d > F.H’ , maka bendungan itu stabil
b. Jika G.d = F.H’ , maka bendungan itu stabil
c. Jika G.d < F.H’ , maka bendungan itu ambruk atau roboh.
1. Diameter torak sebuah pengangkat mobil hidrolik 12 in, Berapa lb
tekanan per inci kuadrat diperlukan untuk mengangkat mobil beratnya
2400 lb.
2. Ukuran sebuah kolam renang 75 x 25 x 8 feet. Hitunglah gaya yang
dilakukan oleh air terhadap tepi-tepi bagian atas nya dan terhadap
dasarnya.
3. Tepi atas pintu air vertikal sebuah bendungan sama tingginya dengan
permukaan air. Pintu itu berengsel di tepi bawahnya. 10 ft dibawah
permukaan air. Hitunglah momen gaya terhadap engsel itu ?.
Jurusan Teknik Sipil MODUL KE-14
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
4. Sebuah kolam renang dalamnya 5 meter, density air = 1 gr/cc, g = 9.78
m/dt2. Barometer menunjukan angka 76.1 Tentukan tekanan air pada
dasar kolam renang tersebut.
5. Sebuah bendungan sungai mempunyai lebar 40 m, dalam air sungai 12
m, density air sungai 0.9998 gr/cc, g = 9.78 m/dt2. Tentukanlah :
a. Gaya total yang menekan bendungan itu yang berasal dari air di
sebelah udiknya ?
b. Momen gaya total terhadap titik O yang dipilih pada ujung
bendungan bagian bawah (dasar) disebelah hilirnya.
c. Berapakah tinggi garis kerja gaya total itu terhadap dasar sungai.

Kinematika dan Dinamika



KINEMATIKA DAN DINAMIKA

A. KONSEP DASAR
Dynamics:
1. Kinematics – motions
2. Kinetics – motions + forces
Kinematika Mesin: mempelajari tentang gerak relatif dari bagian-bagian mesin
Dinamika Mesin: Mempelajari tentang gerak dan gaya-gaya yang bekerja pada
mesin
Mesin: Suatu alat untuk mengubah atau memindahkan energi
Dinamika didasari Hukum Newton:
x x F M.A
y y F M.A
T I.
Diagram Kinematis: Sket bagian-bagian yang memberi efek gerakan pada mesin
Gambar 1. Mekanisme Engkol Peluncur
 Bagian yang diam (bantalan dan dinding silinder) di beri lebel 1 (batang 1)
atau disebut rangka.
 Batang penghubung: Benda yang mempunyai gerak relatif terhadap yang lain
(batang penghubung 2, 3, dan 4)
Mekanisme
o Rantai kinematis (kinematic chain): Sistem batang penghubung yang
saling berhubungan dan bergerak secara relatif satu terhadap yang
lainnya.
o Rantai kinematis terbagi dua:
 Rantai kinematis terbatas: gerakannya dapat diramalkan
 Rantai kinematis tak terbatas: gerakannya tidak dapat
diramalkan.
4
Gambar 2. Rantai mekanisme
Mekanisme adalah rantai kinematis terbatas
B. SIFAT-SIFAT GERAKAN RELATIF
 Gerakan Absolut: gerakan suatu benda terhadap benda lain yang diam.
 Gerakan Relatif: garakan suatu benda terhadap benda lain yang juga
bergerak.
1. Kecepatan dan Percepatan
Kecepatan dan percepatan adalah vektor, sehingga selain memiliki besar juga
memiliki arah
Kecepatan dan percepatan linier
2
2
dt
d s
dt
dv
A
dt
ds
V
Kecepatan dan percepatan sudut
2
2
dt
d
dt
d
dt
d
Hubungan antara V, ω, dan R
V = R . ω
Jika ω dalam n (rpm):
ω = 2π.n
V = 2πR.n
Arah V selalu tegak lurus dengan jari-jari R
ω = rad/det
V = m/det
N = rpm
2
3
4
b 5
ω2
VA
RB
RA
VB
B
A
O
ω
Gambar 3. Kecepatan linier berbanding
lurus dengan jari-jari
5
2. Kecepatan relatif Sebuah benda dikatakan mempunyai gerak relatif (relative) terhadap benda yang lain hanya jika mereka mempunyai perbedaan dalam gerakan-gerakan absolutnya. Jika kita memperhatikan sebuah mobil yang bergerak sepanjang jalur yang lurus, lintasan absolut dari keseluruhan benda (frame) adalah translasi. Sedangkan rodanya akan mempunyai lintasan absolut yang akan merupakan translasi yang sama dengan keseluruhan benda, ditambah dengan gerakannya sendiri yang berupa putaran. Selanjutnya, menurut definisi kita mengenai gerakan relatif, lintasan dari roda relatif terhadap keseluruhan benda hanyalah sebuah putaran. Sebagai gambar dari gerakan relatif, perhatikan dua mobil A dan B dalam gambar 4 yang berjalan dengan kecepatan 60 km/jam dan 40 km/jam. Va dan Vb masing- masing merupakan kecepatan absolutnya.
Gambar 4. Kecepatan relatif dua benda A dan B Apabila sebuah vektor ditulis dengan satu huruf bawah (subscript) itu berarti merupakan harga absolut. Kecepatan A relatif terhadap B ditulis VA/B dan adalah kecepatan absolut A dikurangi kecepatan absolut B. Jadi VA/B = VA → VB Kecepatan A relatif terhadap B adalah suatu kecepatan yang dapat diperlihatkan oleh A terhadap seorang pengamat dalam mobil B, jika pengamat membanyangkan bahwa mobil B ada dalam keadaan diam. Terhadap pengamat, mobil A akan kelihatan bergerak kekiri dengan kecepatan 20 Km/jam. Hal ini dalam gambar ditunjukkan oleh VA/B. Kecepatan B relatif terhadap A ditulis sebagai VB/A dan adalah kecepatan absolut dari B dikurangi kecepatan absolut dari A. Oleh karena itu: VB/A = VB → VA
Kecepatan dari B relatif terhadap A adalah kecepatan, yang dapat dipunyai oleh mobil B, yang terlihat oleh pengamat dalam mobil A, dan ini terjadi jika
B
VA = 60 km/jam
VB = 40 km/jam
VA
– VA
-VB
VAB = 20 km/jam
VBA = 20 km/jam
VB
A
6
pengamat membayangkan bahwa mobil A adalah diam. Terhadap pengamat, mobil B akan kelihatan bergerak kekanan dengan kecepatan 20 Km/jam. Hal ini ditunjukkan sebagai AB/A dalam gambar. Contoh lain dari gerakan relatif ditunjukkan dalam gambar 5, dimana Va dan Vb adalah kecepatan-kecepatan dari kedua pesawat terbang. Kecepatan dari A relatif terhadap B adalah kecepatan absolut A dikurangi kecepatan absolut B, oleh karena itu
VA/B = VA VB
= VA (-VB) Seperti terlihat dalam gambar 5. dengan cara yang sama kecepatan B relatif terhadap A adalah kecepatan absolut dari B dikurangi kecepatan dari A. Jadi
VB/A = VB VA
= VB (-VA)
Seperti ditunjukkan pada gambar 2-31. Gambar 5. Kecepatan relatig dua benda yang saling membentuk sudut
VA/B = VA VB
-VA = -VA/B VB
VB = VA VA/B Selanjutnya, jika huruf bawah dari kecepatan dibalik pada sebuah vektor yang berada dalam sebuah persamaan vektor, tanda dari vektor harus diubah. Sebagai contoh, jika kita membalik huruf bawah pada VA/B dengan persamaan yang terakhir.
-VB/A = VA VB
-VA = VB/A VB
VB = VA VB/A
VB/A= VB VA Oleh karena itu
VB= VA VB/A
VA
VA
VB
-VB
VA/B
-VA
VB/A
VB
7
Dapat ditulis
Mengingat pergeseran linier dan percepatan-percepatan linier adalah besaranbesaran
vektor, mereka harus diperlakukan dalam cara yang sama sebagai kecepatankecepatan
linier.
Jika benda 2 dan benda 3 mempunyai gerakan dalam sebuah bidang atau
bidang-bidang yang sejajar, maka gerakan sudut relatifnya didefinisikan sebagai
perbedaan gerakan-gerakan sudut absolutnya. Jadi
θ3/2 = θ3 - θ2
ω3/2 = ω3 - ω2
α3/2 = α3 - α2
Dimana θ, ω, dan α dianggap positif jika bjj dan negatif jika sjj.
Kecepatan Penghubung yang berputar terhadap satu titik tetap
Kecepatan Dua Titik yang Sama-sama Bergerak pada Satu Penghubung
Kaku
VB = VA (VB VA)
VB = VA VB (-VA)
VB = VB
R
ω
B
O
VB
θ
V dengan R
V R
B
B
.
O
R
ω
B
θ
A
B A BA V V V
X = R cos θ
Y = R sin θ
Gambar 6. Penghubung yang berputrar pada titik tetap
Gambar 7. Dua titik pada penghubung kaku yang sama-sama bergerak
8
2. Percepatan Relatif Dalam analisa percepatan, dapat dijumpai tiga situasi yang telah dibahas dalam analisa kecepatan : (1) hubungan perceptana dua buah titik yang berbeda dan terpisah, (2) hubungan percepatan dua buah titik pada satu penghubung kaku dan (3) hubungan percepatan sebuah titik ke suatu badan, dimana titik bergerak terhadap badan. Percepatan Sebuah Titik pada Sebuah Penghubung yang Berputar terhadap Satu Pusat Tetap dengan Suatu Jari-Jari Konstan. Analisa Analitis
Sebuah penghubung, seperti ditunjukan dalam gambar diatas, berputar terhadap satu pusat tetap, O2, dengan suatu sudut kecepatan sudut ω radian perdetik, kearah melawan putaran jam, percepatan sudut . Jarak antara O2 dan B ditentukan R. Garis O2-B membuat sudut dengan sumbu x. Diinginkan percepatan total B. Kecepatan titik B dalam arah-arah x dan y diberikan oleh VBx = -Rω sin VBy = Rω cos ABx = -Rω2 cos - R sin ABy = -Rω2 sin - R cos
Gambar diatas memperlihatkan vector-vektor dalam posisinya, tanda-tanda plus dan minus diambil dengan memperhatikan arah vector. Dalam mendapatkan percepatan
Gambar 8. Penghubung yang berputrar pada titik tetap
Gambar 9. Vektor-vektro dalam posisinya
9
total titik B, urutan dalam penjumlahan vektornya boleh sembarang. Mari kita nyatakan percepatan total titik B sebagai
AB = (Rω2 cos Rω2 sin ) (R sin R cos) Gambar 10a Gambar 10b Gambar 10c Gambar 10. Komponen-komponen percepatan Kedua komponen tegak lurus dalam tanda kurung pertama, yang ditunjukan Gambar 10a, memberikan satu resultante yang sama dengan Rω2, yang dapat ditunjukan mempunyai arah dari titik B ke pusat titk perputaran penghubung. Dua komponen tegak lurus dalam tanda kurung kedua, yang ditunjukan dalam gambar 10b, memberikan satu resultante yang sama dengan R, ynag dapat ditunjukan tegak lurus ke garis B-O2 dan arahnya sesuai dengan arah percepatan sudut penghubung. Gambar 10c menunjukan pengaruh pembalikan arah percepatan sudut. Catat bahwa Rω2 adalah sebuah vektor yang merupakan fungsi dari harga numeric kecepatan sudut namun tidak bergantung pada arah putaran penghubung. Sehingga percepatan total titik B dapat dinyatakan dengan,
AB = Rω2 R
Dimana Rω2 disebut komponen percepatan normal atau radial dan R disebut komponen percepatan tangensial. Catat bahwa kecepatan sudut harus dinyatakan
10
sebagai radian per waktu satuan, seperti radian perdetik dan percepatan sudut harus dinyatakan dengan radian per waktu satuan, seperti raian per detik. Karena komponen-komponen pers.6 saling tegak lurus satu dengan lainnya, maka AB dapat dinyatakan sebagai AB = [(Rω2 ) 2 + (R)2 ]1/2 Namnun demikian, bentuk pers. 7 bukan merupakan suatu persamaan yang dengan siap menyediakan dirinya untuk penyelesaian soal-soal dan tidak akan digunakan dalam buku ini. Percepatan Relatif Dua Buah Titik Pada Satu Penghubung Kaku. Analisa Analitis Perhatikan sebuah garis A-B dalam gambar diatas. Yang merupakan bagian dari sebuah penghubung kaku yang bergerak dalam suatu bidang dengan suatu gerak sembarang. Satu system sumbu koordinat akan dipakai untuk menentukan lokasi dititik B. XB = XA + R cos YB = YA + R sin ABx = AAx -Rω2 cos - R sin ABy = AAy -Rω2 sin - R cos Percepatan total titik B, AB, diperoleh dengan penjumlahan kedua komponen lurus:
AB = ABx ABy
Gambar 11. Dua titik pada penghubung kaku yang sama-sama bergerak
Gambar 12. Komponen-komponen percepatan
11
Gambar diatas memperlihatkan masing-masing vector dalam posisinya. Urutan dalam penjumlahan vector adalah sembarang. Jadi, perhatikan penjumlahan vector-vektor sebagai berikut:
AB = (AAx AAy) (Rω2 cos Rω2 sin) (R sin R cos) Gambar di atas memperlihatkan vetor-vektor dalam posisinya. Dengan mencatat bahwa ω =VBA/BA dan bahwa Rω = (BA) (VBA/BA)2 = VBA2/BA, kita dapat menyatakan persamaan dalam cara yang berbeda:
AB = AA
VBA2
BA
BA Percepatan Sebuah Titik Yang Berputar Terhadap Satu Pusat Tetap Dengan Suatu Jari-Jari Konstan. Analisa Grafis Gambar 6-3a memperlihatkan suatu titik B yang bergerak sepanjang busur lingkaran, dengan dengan jari-jari konstan R kesuatu posisi baru B’. Kecepatan awal titik adalah Rω, dan kecepatan titik sebuah suatu perubahan sudut sebesar dari garis radial adalah R(ω+ω), dimana ω adalah perubahan kecepatan sudut garis radial. Perubahan kecepatan seperti terlihat dalam gambar 6-3b adalah perbedaan vector kecepatan awal dan akhir, yang perubahan kecepatan ini ditandai dengan V. Komponen-komponen yang dipilih di sini ada dua seperti ditunjukan dalam gambar 6-3c, dimana suatu komponen, [R(ω + ω)cos - Rω], mempunyai arah sepanjang vector “Rω”, dan komponen yang lainnya, R(ω + ω)cos tegak lurus ke vector Rω.
Gambar 13. Vektor-vektor percepatan dalam posisinya
12
Jadi komponen perubahan kecepatan dalam arah normal atau radial, yakni tegak lurus ke vector “Rω”, ditandai dengan Vt, adalah Vt = R(ω + ω) cos - Rω Dan komponen perubahan kecepatan dalam arah normal atau radial, yakni tegak lurus ke vector Rω, ditandai dengan Vn, adalah Vn = R(ω + ω )sin Percepatan Relatif Dua Buah Titik Pada Satu Penghubung Kaku. Analisis Grafis Gambar 6-4a memperlihatkan sebuah penghubung kaku, dinyatakan dengan A-B dalam suatu posisi seperti yang diberikan, dimana penghubung berputar ke arah melawan putaran jam dengan kecepatan sudut ω. Sesudah satu periode waktu, t, garis A-B bergerak ke suatu posisinya A’-B’, dengan perubahan sudut sebesar , dan dalam posisinya yang baru garis mempunyai kecepatan sudut dengan (ω + ω). Gambar 6-4b memperlihatkan polygon vector kecepatan untuk persamaan
VB = VA Rω Dan gambar 6-4c memperlihatkan polygon vector kecepatan untuk persamaan
VB’ = VA’ R(ω+ ω) Kurangkan persaman 1 dari persamaan 2
(VB’  VB) = (VA’  VA) (R(ω+ ω) Rω) Dalam persamaan diatas VB’  VB = VB adalah perubahan kecepatan titik B: VA’  VA = VA adalah perubahan kecepatan titik A, sedangkan R(ω+ ω) Rω = VBA adalah perubahan kecepatan relative.
13
Subsitusikan hal ini kedalam pers. 3 maka kita dapatkan, VB =VA VBA Bagi seluruhnya dengan t dan ambil limitnya pada saat mendekati nol, maka kita dapatkan
AB = AA ABA Pertanyaanya sekarang adalah berapa besarnya ABA. Harga ini dapat ditentukan dari pengujian yang dapat dinyatakan dengan
lim t  0 VBA
=
lim t  0
R(ω+ ω)

lim t  0
Rω t t t
Dengan membandingkan Gambar 6-3c dan Gambar 6-4d terlihat bahwa perubahan kecepatan sebuah titik pada sebuah penghubung yang berputar terhadap satu pusat tetap adalah sama persis seperti perubahan kecepatan relative dua buah titik pada satu penghubung yang bergerak dalam suatu bidang: sehingga dengan memakai hasil-hasil pada sub-sub dimuka, kita dapat menuliskan persamaan. Secara ringkas, kita dapat menyatakan hubungan percapatan dua buah titik pada satu penghubung kaku dengan
AB = AA ABA Atau dengan
AB = AA Rω2 R Atau dengan
AB = AA ABAn ABAt
Dimana Rω2, komponen normal atau radial, berarah dari B ke A; dan R, komponen tangensial, dalam arah kecepatan realtif dan mempunyai arah seperti kecepatan jika
14
kecepatan relative bertambah dan mempunyai arah yang berlawan dengan kecepatan
relatifnya berkurang.
C. PENERAPAN PERSAMAAN KECEPATAN RELATIF
Penerapan persamaan kecepatan relatif bermacam-macam tipe mekanisme.
Klasifikasi mekanisme dasar atau komponen-komponen mekanisme sebagai berikut:
1. Mekanisme engkol peluncur
2. Mekanisme empat penghubung
3. Mekanisme penyerut
4. Mekanisme Penghubung Apung
5. Mekanisme bubungan
6. Roda gigi
7. Kombinasi dari bentuk di atas.
Disini kita akan membahas analisa kecepatan dari tipe-tipe dasar dan beberapa
mekanisme yang terdiri dari komponen-komponen dasar.
1. Mekanisme Engkol Peluncur
Mekanisme Engkol Peluncur:
Penghubung 2 adalah penggerak
(Driver)
Penghubung 4 adalah yang
digerakkan (Driven/follower)
Asumsi : 1. semua dimensi mekanisme sudah di ketahui
2. semua penghubung digambar dengan skala dalam posisi saat di
analisa
Kecepatan titik A berputar terhadap satu titik tetap yaitu 2 O maka A V = 2 O .A 2
15
A V harus tegak lurus terhadap jari-jari karena titik A bergerak dan 2 O yang diam.
sedangkan BA V mempunyai garis gaya yang berada pada garis sumbu atau
berhimpitan dengan garis sumbu B V = A V BA V atau B V = A V BA 3 .
B V = A V BA 3 tidak dapat dipakai karena 3 tidak diketahui besar dan arahnya
sehingga pada rumus itu ada 3 anu yang tidak diketahui.
- artinya belum diketahui
artinya sudah diketahui
rumus yang dipakai adalah B V = A V BA V karena ada dua anu yang belum diketahui
B V = A V BA V
BA V diketahui dari gambar dibawah
Titik A diasumsikan diam Arahnya B V dikatahui
dan besarnya belum
diketahui
Besaran-besaran yang sudah diketahui ialah arah B V (karena titik B bergerak
dalam satu garis lurus maka arahnya pun sejajar dengan garis kerjanya), besar dan
arah A V , arah BA V (tegak lurus terhadap penghubung 3). Setelah komponenkomponen
diatas diketahui maka kita buat poligon vektornya dengan menghubunghubungkan
komponen yang sudah diketahui dimulai dari kutub poligon kecepatan
( V O ) dengan menggunakan satu skala. Sehingga besar B V dapat diketahui dengan
mengukur poligon vektor.
Dari poligon diatas kita dapat mengetahui arah dari BA V . Kecepatan BA V dapat
digunakan untuk mencari 3 (kecepatan sudut penghubung 3) Untuk mencari
kecepatan titik C pada penghubung 3 kita gunakan persamaan kecepatan untuk dua
titik C dan A. Bila kita menggunakan rumus C V = A V CA V maka kita tidak akan
16
dapat menyelesaikannya. Karena besar C V tidak diketahui, dan besar CA V tidak
diketahui, kita harus mencari informasi tambahan sebelum dapat melanjutkan,
informasi tambahan tersedia jika kita memperhatikan hubungan CA V dan BA V :
CA V =CA 3
dan
BA V =BA 3
Bagi salah satu persamaan dengan persamaan yang lain, maka kita dapatkan:
BA
CA
BA
CA
V
V
BA
CA
3
3
Dari persamaan diatas kita dapat mengetahui besarnya CA V atau ditentukan secara
grafis, seperti ditunjukan pada gambar dibawah ini:
Maka kalau kita hubungkan komponen-komponen yang sudah kita ketahui menjadi
satu poligon utuh akan membuat suatu poligon tertutup seperti ditunjukan dibawah:
17
2. Mekanisme Empat Penghubung
Sebuah mekanisme empat penghubung terlihat dalam gambar. Kita anggap bahwa
mekanisme digambarkan dalam skala untuk posisi dimana analisa kecepatan dilakukan.
Juga ditentukan bahwa kecepatan sudut penghubung 2, 2 .
Untuk Langkah penyelesaiannya empat penghubung ini hampir sama dengan
mekanisme engkol peluncur A V = 2 O .A 2
Untuk mencari kecepatan B V kita asumsikan bahwa titik 4 O itu diam. Sehingga arah
B V dapat diketahui yaitu tegak lurus ke garis A-B.Mencari arah BA V kita asumsikan titik
A diam dan arah BA V adalah tegak lurus terhadap penghubung 3. Gabungkan Arah A V ,
Arah B V dan arah BA V sehingga menjadi poligon tertutup seperti terlihat pada gambar:
18
3. Mesin Powell
Mesin powell menggunakan mekanisme kombinasi yaitu mekanisme engkol
pelucur dan mekanisme empat penghubung. Gambar mekanisme Mesin Powell Serti
ditunjukan pada gambar dibawah:
Kecepatan titik A berputar terhadap satu titik tetap yaitu 2 O maka A V = 2 O .A 2
Untuk mencari arah dari BA V kita mengasumsikan bahwa titik A diam, sehingga arah BA V
dapat kita ketahui yaitu tegak lurus terhadap batang 3. Setelah itu kita cari arah B V . Arah
B V tegak lurus terhadap batang penghubung 4. Kita gabungkan arah-arah kecepatan yang
sudah diketahui sehingga menjadi poligon tertutup.
19
Untuk mencari besar C V kita harus mencari informasi tambahan yaitu dengan
membandingkan
O B
V
O C
V C B
4 4
sehingga mendapatkan kecepatan C V seperti terlihat pada
gambar di bawah ini.
Arah DC V dapat diketahui dengan dengan mengasumsikan titik C diam Sehingga arah
DC V dapat diketahui yaitu tegak lurus terhadap DC. Sedangkan arah D V yaitu seara
penghubung 6.
Sedangkan untuk mencari arah EC V Dapat diketahui melalui perbandingan
CD
V
CE
V EC DC
sehingga dapat diketahui besar EC V dari gambar.
Kita gabungkan kecepatan-kecepatan yang sudah diketahui sehingga membuat suatu
poligin tertutup.
20
D. PENERAPAN PERSAMAAN PERCEPATAN RELATIF
1. Mekanisme Engkol Peluncur Mekanisme engkol peluncur di perlihatkan pada gambar dibawah ini :
Di mana penghubung 2 dimisalkan berputar kearah putaran jam dengan suatu kecepatan sudut konstan, dan di mana mekanisme digambarkan terskala dalam posisi saat dilakukan analisa. Gambar disamping ini memperlihatkan poligon kecepatannya.
Untuk langkah pertama, pisahkan penghubung 2, seperti ditunjukan dalam gambar dibawah ini.
Percepatan titik A, karena titik A berputar terhadap satu pusat tetap, diberikan oleh : AA = R22 R2
Karena R dan 2 diketahui, maka percepatan normal, R22, dapat dihitung. Arah R22 adalah sepanjang garis A-O2, dari A menuju O2. karena 2 nol (karena 2 konstan).
21
R 2 = 0. AA digambarkan dengan skala percepatan sembarang alam seperti gambar di
bawah ini :
Selanjutnya perhatikan penghubung 3 yang dipisahkan. Percepatan titik A dapat
dikaitkan dengan percepatan titik B, atau percepatan titik B dfapat dikaitkan ke
percepatan titik A, dengan hasil akhir yang sama. Mari kita perhatikan yang terakhir dan
menyatakan hubungan percepatan – percepatan dengan salah satu dari persamaan di
bawah ini:
AB = AA ABA
Atau AB = AA ABA
n ABA
t
Atau AB = AA BA 3
2- BA 3
Atau AB = AA
BA
VBA
2
BA 3
Semua persamaan di atas adalah sama, dengan interpretasi yang sama untuk
masing – masing bentuk persamaan. Mari kita pakai bentuk yang terakhir, karena
kecepatan relatif, VBA, dapat diperoleh secara langsung dari poligon kecepatan dan akan
meniadakan kebutuhan penghitungan kecepatan surut penghubung 3. langkah penting
sekaang yaitu interpretasi dari setiap suku dalam persamaan berikut:
 AB diketahui arahnya, karena titik B bergerak dengan translasi murni dan ini
hanya dapat mempunyai percepatan dalam arah gerak.(besar AB tidak diketahui)
 VBA
2 /BA dapat ditentukan secara lengkap, baik dalam besarnya maupun arahnya.
VBA dapat ditentukan dari poligon kecepatan, BA diketahui, dan komponen
percepatan normal arahnya dari B ke A karena yang ditentukan adalah percepatan
B relatif terhadap A.
 BA 3 diketahui tegak lurus ke garis dari B ke A, tetapi besarnya belum diketahui.
Sehingga terdapat dua anu, yakni besar AB dan besarnya BA 3, yang dapat
diperoleh dari penyelesaian sebuah poligon vektor. Suatu poligon vektor dapat
22
sigambarkan dengan menjumlahkan vektor-vektor dalam cara apapun sejauh persamaan vektornya terpenuhi. Namun, untuk penyederhanaan selanjutnya dalam penentuan percepatan titik-titik pada sebuah penghubung, semua vektor yang menyatakan percepatan total akan digambarkan dari satu titik bersama, yang disebut kutub poligon percepatan. Diagram percepatan untuk penghubung 3 mulai di O, seperti ditunjukkan dalam gambar dibawah ini, dengan menggambarkan AA dalam skala dan dalam arah yang sesuai. Seperti dinyatakan oleh persamaan, tambahkan VBA2/BA ke AA.(Catat arah Komponen) Gambar dibawah memperlihatkan titik B terhadap titik A berarah dari titik B ke titik A).
Komponen percepatan normal titik B terhadapa titik A berarah dari titik B ke titik A. Komponen selanjutnya, BA3, diketahui arahnya dan dapat diperkirakan terletak sepanjang garis x – x pada gambar di atas.sejauh ini kita dapat berjalan dalammengerjakan ruas kanan persamaan. Kita tahu percepatan titik B harus dimulai dari O dan berujung di suatu tempat di garis x – x. Resultante ketiga komponen harus berupa sebuah vektor yang arahnya diketahui, yaitu dalam arah gerak torak. Titik yang akan memenuhi persamaan vektor dalam semua persyaratan hanya diberikan oleh
23
perpotongan x – x dan y – y, yaitu titik B. Karena hasil perkalian BA dan 3, yakni
BA 3, dapat dibaca dari diagram percepatan, dan karena BA diketahui, maka 3 dapat
dihitung dari
3 =
BA
(BA ) 3
Jika satuan – satuan yang digunakan adalah meter, detik, maka percepatan sudut
harus dinyatakan dengan rad/detik2. perhatikan kenyataan bahwa juka AA dinyatakan
sebagai fungsi dari AB, maka:
AA = AB AAB
AA = AB
AB
VAB
2
AB 3
Akan diperoleh hasil yang sama untuk besar dan arah – arahnya dengan
interpretasi persamaan yang sesuai. Vektor – vektor yang dibalik hanyalah vektor –
vektor komponen percepatan relatif. Namun, pengembilan komponen tangensial pada
penghubung 3 yang terpisah menunjukan bahwa percepatan sudut penghubung 3 arahnya
melawan putaran jam, seperti yang telah diperoleh sebelumnya, dengan harga yang sama.
Sekarang akan ditunjukan bahwa percepatan suatu titik pada penghubung 3 dapat
diperoleh melalui poligon percepatan. Dengan memakai:
AC = AA
CA
VCA
2
CA 3
Kita tidak memperoleh secara langsung karena terdapat tiga anu yaitu:arah dan
besar AC dan besar CA 3. ada dua metode pendekatan:
a. hitung 3, dan kemudian hitung CA 3.
b. Memahami bahwa CA 3/BA 3 =CA/BA, yaitu kesebandingan yang dapat
diperoleh dari segitiga sebangun.
2. Mekanisme Empat Penghubung
24
Untuk ilustrasi lebih lanjut mengenai prinsip – prinsip dalam penentuan
percepatan dipilih mekanisme empat penghubung.misalnya bahwa mekanisme
digambarkan terskala dalam posisi tatkala dilakukan analisa,dan bahwa penghubung 2
berputar dengan kecepatan sudut sesaat sebesar 2 rad/det melawan putaran jam dan
berkurang kecepatannya dengan percepatan sudut sebesar 2 rad/detik2.atau percepatan
sudut searah putaran jam.
Percepatan titik A adalah:
Aa=O2A 2
2 O2A 2
Untuk menentukan percepatan titik B,nyatakan hubungan antara B dan A dengan:
AB=AA
BA
VBA
2
BA 3
Sehingga,terdapat tiga anu dalam persamaan vektor diatas:arah dan besar
AB;besar BA 3. perlu untuk mendapatkan kondisi lain agar dapat memecahkan
persamaan.karena B berputar terhadap satu titik tetap,O4,maka percepatan B dapat
dinyatakan dengan
AB=BO4 4
2 BO4 4
Sehingga,dengan mensubtitusikan harga AB dari persamaan ke dalam persamaan
AB=AA ABA,dapat dituliskan persamaan berikut ini:
4
2
BO
VB BO4 4 = AA
BA
VBA
2
BA 3
Penyelesaian persamaan vektornya ditunjukkan dalam gambar.prosedur
pembuatannya adalah:
a. Gambarkan AA dari kutub Oa
b. Gambarkan VBA
2/BA
c. Gambarkan x-x tegak lurus ke garis B-A. AB harus dimulai di Oa dan berujung
di suatu tempat di sepanjang x-x
d. Gambarkan VB
2/BO4 dari kutub Oa
e. Gambarkan sebuah garis y-y yang tegak lurus ke garis B-O4.AB harus dimulai
di Oa dan berujung di suatu tempat di sepanjang y-y.
25
Percepatan sudut penghubung-penghubung 3 dan 4 sekarang dengan mudah dapat
ditentukan bauk arah maupun besarnya.ditentukan dengan membaca skala BA 3
dan BO4 4,dan menghitung percepatan sudut dengan:
3 =
BA
(BA ) 3
4 =
4
4 4 ( )
BO
BO
Arah percepatan sudut 3 adalah melawan putaran jam seperti ditunjukkan oleh
penghubung 3 yang terpisah dan menyatakan arah komponen percepatan
tangensial B terhadap A.
Arah percepatan penghubung 4 adalah melawan putaran jam seperti ditunjukkan
oleh penghubung 4 yang terpisah dan menyatakan komponen percepatan
tangensial B terhadap O4.
3. Mesin Powell
Mekanisme yang dipilih,yang memakai suatu kombinasi engkol peluncur dan
empat penghubung,ialah mesin powell.penghubung 2 dimisalkan berputar pada suatu
kecepatan konstan, 2,searah putaran jam.poligon kecepatan dan percepatannya
ditunjukkan pada gambar di bawah. persamaan-persamaan ini akan memberikan
jawabnya:
AA = O2A 2
2
AB = AA
BA
VBA
2
BA 3
AB =
4
2
BO
VB BO4 4
b
c
A
A
=
4
4
BO
CO
AD = Ac
DC
V
DC2
DC 5
26
Lakukan penghubung-penghubung terpisah,dan tunjukkan bahwa percepatan sudut penghubung 3 searah putaran jam,percepatan sudut penghubung 4 arahnya melawan putaran jam,dan bahwa percepatan sudut penghubung 5 arahnya melawan putaran jam.
27
28
4. Mekanisme Rahang Pemecah
Mekanisme lain yang dianalisa adalah
mekanisme rahang pemecah.gambar di samping
ini memperlihatkan susunan skematisnya.
Mekanisme digambarkan dari aslinya dengan
skala 1 cm = 0,25 m.
penghubung dua berputar pada suatu kecepatan
sudut konstan sebesra 500 rpm kearah yang berlawanan
putaran jam. Diagram kecepatan ditunjukkan dalam
gambar di samping.
Digambarkan untuk skala 1 cm = 2,4 m/det.
Skala untuk diagram percepatan adalah 1 cm = 72
cm/det2. Untuk mendapatkan perceptan G6 dengan
pusat gravitasi penghubung 6. maka penyelesaiannya sebagai berikut.
a) AA = 02Aω2
2 = (0,225)
2
60
500(2 = 617 m/det2.
b) AB = AA VBA
2
BA
VBA
2
BAα3.
29
AB =
4
2
BO
VB BO4α4.
Di mana
BA
VBA
2
=
1,05
(6,5) 2
= 40,2 m/det2. Dan
4
2
BO
VB =
0,6
(12,6) 2
= 264,6 m/det2.
c) Untuk mendapatkan percepatan titik C. Ada beberapa metode yang dapat dipakai :
1. Nyatakan hubungan AC = AA VCA
2 /CA CAα3, di mana AA telah diperoleh,
VCA
2/CA dapat dihitung, dan CAα3 dapat diperoleh besarnya dari
3
3
BA
CA
=
BA
CA
.
2. Dengan memahami bahwa percepatan relatif titik C terhadap titik A sebanding
dengan percepatan titik B terdap titik A, dan juga bahwa percepatan relatif titik C
terhadap titik B sebanding dengan percepatan titik A terhadap titik B. Sehingga,
gambar c-a-b pada gambar di bawah dalam poligon percepatan sebangun dengan
gambar C-A-B dalam mekanisme aslinya. Kesebangunan gambar akan dipakai
dalam penyelesaian.
d) AD = A2
DC
VDC
2
DCα5.
AD =
6
2
DO
VD DO6 α6.
Di mana
DC
VDC
2
=
0,6
(15) 2
= 375 m/det2. Dan
6
2
DO
VD =
0,75
(11) 2
= 161,3 m/det2.
30
e) Percepatan titik E dan G6 diperoleh dari segitiga-segitiga sebangun yang ditunjukkan dalam gambar disamping. Catat bahwa dalam poligon percepatan lengkap pada gambar di atas diberikan arah yang benar dari percepatan, susunan dalam gambar disamping hanya digunakan untuk menentukan besarnya saja.
5. Posisi-Posisi Istimewa Suatu mekanisme dalam posisi-posisi istimewa yang telah dibahas dalam analisa kecepatan, akan dinyatakan untuk analisa percepatan. Mekanisme tersebut ditunjukkan dalam gambar di bawah, di mana penghubung 2 dimisalkan berputar pada suatu kecepatan konstan sebesar ω2 rad/det searah putaran jam.
Gambar samping ini memperlihatkan jawab kecepatan.
31
Dan gambar di bawah ini memperlihatkan jawab percepatan. Ini ditujukan untuk
mengisolir penghubung-penghubung, menuliskan persamaan-persamaan yang diperlukan
untuk penyelesaian, dan menjelaskan hasilnya. Tunjukkan bahwa percepatan sudut
penghubung 4 dan penghubung 5 masing-masing adalah nol untuk posisi yang
ditunjukkan.
6. Penyelesain Grafis secara Lengkap
Dalam penyelesaian grafis ini memberikan sebuah metode yang dengan ini
komponen percepatan normal dapat ditentukan secara grafis, menggantikan perhitungan
numerik, karena sejauh ini analisa yang diberikan memungkinkan seseorang menentukan
secara lengkap poligon-poligon percepatan untuk mekanisme-mekanisme di mana
persamaan percepatan relatif dapat diterapkan. Perhitungan yang diperlukan hanyalah
untuk komponen-komponen normal, sedangkan untuk komponen tangensial ditentukan
oleh penyelesaian vektor dari persamaan.
Persamaan untuk komponen percepatan normal B terhadap A, dua buah titik pada
satu penghubung kaku, adalah :
ABA
n =
BA
VBA
2
yang dapat dituliskan kembali sebagai
BA
n
BA
V
A
=
BA
VBA
Persamaan diatas menyatakan
kesebandingan dari besaran-besaran, yang dapat
diperoleh dengan segitiga-segitiga sebangun.
Gambar di samping memperlihatkan sebuah
penghubung BA, dengan VBA digambarkan di B
tegak lurus ke garis BA, dan sudut ACD dibuat
90o. Panjang garis BD adalah besarnya ABA
n
32
(arahnya harus ditentukan secara terpisah ), jika
besaran-besaran digambarkan dengan skala yang
sesuai.
Suatu hubungan tertentu dari skala-sakala harus digunakan apabila gambar
dimaksudkan untuk memberikan hubungan-hubungan besaran yang sesuai, seperti dapat
terlihat dari analisa berikut ini :
Gambar dibawah ini memperlihatkan satu bentuk yang serupa dengan gambar
diatas kecuali bahwa x, y dan z dinyatakan sebagai jarak-jarak sebenarnya dari panjangpanjang
yang ditunjukkan. Diketahui dari geometri bahwa
y
x
=
z
y
Skala-skala dinyatakan dengan simbol-simbol berikut:
k8 = skala jarak (1 cm = k8 m, yakni, 1 cm = 30 cm, untuk contoh, 1 cm = 0,3
m, atau 1 cm = 3/10 m; atau k8 = 3/10).
kv = skala kecepatan (1 cm = kv m/det, yakni, jika 1 cm = 200 m/det, maka untuk
contoh, kv = 200).
ka = skala percepatan (1 cm = ka m/det2, yakni, jika 1 cm = 4000 m/det2, maka
untuk contoh, ka = 4000).
Jika jarak x sebanding dengan panjang garis B-A menurut skala jarak k8, maka
panjang garis B-A yang benar adalah xk8.
Juga, jika jarak y sebanding dengan VBA menurut skala kecepatan kv, maka harga
sebenarnya dari VBA adalah ykV.
Akhirnya, jika jarak z dipandang sebanding dengan ABA
n menuruti skala
percepatan ka, maka harga sebenarnya dari ABA
n adalah zka. Jadi :
8
BA
k
x
v
BA
k
V
y
a
n
BA
k
A
z
33
substitusi persamaan-persamaan di atas dapat memberikan persamaan sebagai
berikut :
a
n
BA
BA v
BA v
v
A k
V k
V k
k
/
/
/
BA/
jika suku-sukunya dikumpulkan, maka didapatkan 2
8
2
BA v
n BA a
BA
k
V k k
A
Jadi k8ka / kv
2 harus sama dengan 1 untuk mencegah munculnya satu faktor skala
tambahan.
Atau, pada akhirnya, untuk metode segitiga sebangun, hubungan skala-skala harus
sedemikian sehingga memenuhi k8ka = kv
2
untuk memberikan besaran yang benar untuk
percepatan normal. Juga perlu dicatat bahwa dua skala dapat dipilih sembarang tetapi
yang ketiga harus ditentukan dari persamaan.
Dari sini ada dua tipe soal yang dijumpai :
1. Menentukan komponen percepatan normal secara grafis dengan mengetahui
kecepatan relatif.
2. Menentukan kecepatan relatif apabila diketahui komponen percepatan normal.
Pembuatan untuk tipe ini
ditunjukkan dalam gambar di samping
di mana ABA
n digambarkan dalam skala
yang sesuai di sepanjang penghubung,
seperti ditunjukkan oleh BD panjang
garis BC”, pada garis tegak lurus ke
AD’ digambarkan melalui B, adalah
kecepatan relatif, VBA. Catat bahwa
sudut AC”D’ adalah 90o.
34
Contoh soal : (a) Mesin Atkinson sangat cocok sebagai mekanisme untuk ilustrasi metode grafis secara lengkap. Yang ditunjukkan gambar a diatas. Engkol penghubung 2 berputar pada suatu kecepatan sudut sebesar 67 rad/det searah putaran jam. Percepatan sudut engkol 1200 rad/det2 melawan putaran jam. Skala jarak 7,5 cm = 30 cm. Jadi, 1 cm = 4 cm, atau 1 cm = 0,04 m, atau k8 = 1/25.
Skala kecepatan atau percepatan dapat dipilih sembarang. Dipilih skala percepatan saja yang akan ditentukan sembarang, sebagai 1 cm = 75 m/det2 atau ka = 75. Skala kecepatan diperoleh dari :
35
Kv
2 = k8 ka
= (1/25) (75)
kv = 1,7 atau 1 cm = 1,7 m/det.
Langkah pertama melibatkan kebutuhan perhitungan sebuah mistar hitung. Salah
satu dari komponen percepatan normal titik A atau kecepatan titik A telah ditentukan,
sehingga besaran lain dapat ditentukan secara grafis. Di sini diperoleh AA
n. Juga perlu
untuk menghitung AA
t.
Sehingga untuk kasus di mana terdapat suatu percepatan sudut dari penghubung
pertama yang dianalisa, maka perlu dua perhitungan dalam metode grafis secara lengkap.
Jika penghubung pertama yang dianalisa tidak mempunyai percepatan sudut, maka hanya
perlu satu perhitungan :
2 2 2
2 2 67 540 / det
100
12
A O A m n
A
2
2 2 1200 144 / det
100
12
A O A m t
A
Diagram percepatan dimulai Oa dalam gambar c. AA diperoleh. Untuk menentukan
diagram percepatan selebihnya harus ditentukan komponen-komponen normal dari
percepatan relatif, dan untuk menentukan ini, perlu untuk mendapatkan diagram
kecepatan. Skala yang sesuai untuk diagram kecepatan telah ditentukan, 1 cm = 1,7 m/
det. Jadi sekarang mungkin untuk menghitung VA, dan menggambarkan poligon
kecepatan ke skala kecepatan. Tetapi untuk menggantikan pekerjaan ini, akan lebih
mudah untuk menentukan secara grafis panjang vektor VA yang benar dengan metoda
yang telah dibahas : tempatkan AA
n disepanjang penghubung 2, seperti ditunjukkan dalam
gambar a, gambarkan setengah lingkaran dengan O2M sebagai diameter, tarik garis tegak
lurus ke O2A di A untuk mendapatkan titik N. Maka NA adalah VA dengan skala 1 cm =
1,7 m/det. Diagram kecepatan lengkap dapat digambarkan, seperti ditunjukkan dalam
gambar b, apabila VA telah diperoleh.
36
(c) ABAn dapat ditentukan dengan memindahkan VBA ke gambar a, dengan menggambarkan AP, dan kemudian membuat sudut APQ = 90o. Maka QB sama dengan ABA n dengan skala. QB kemudian ke diagram percepatan. Catat bahwa arah ABAn adalah dari B ke A. Selanjutnya BR digambarkan sama dengan VB, dan diperoleh SB yang merupakan ABn. AB dapat diperoleh, seperti ditunjukkan dalam gambar c, dengan pemecahan secara simultan dua persamaan vektor. Titik c dalam diagram percepatan diperoleh dengan segitiga-segitiga sebangun (segitiga A-B-C dan A-b’-c’ dalam gambar a adalah sebangun, dengan Ab’ sama dengan besarnya ABA). ADCn diperoleh dengan mendapatkan UD. AD dapat diperoleh.
37
E. PEMBAHASAN GAYA – GAYA STATIK DAN STATIKA GRAFIS
Pada pembahasan tentang gaya merupakan masih penerapan dari keseimbangan gaya. Dan mempunyai 2 jenis gaya yaitu:
 Gaya statis
 Gaya dinamik
1. Keseimbangan gaya
Pada jenis gaya yang bekerja seperti contoh pada engkol peluncur disini di jelaskan dalam mekanisme batang - batang penghubung satu atau lebih, terhadap suatu sumber. Atau titik pusat harus seimbang. Seperti dalam rumus bahwa, gaya – gaya momen terhadap satu titik yang tegak lurus kebidang.acuan untuk keseimbangan adalah nol. Dan persamaan ini merupakan Hukum Newton.
 ΣF = 0
 ΣM = 0
Hubungan gaya – gaya dalam suatu bidang ialah:
 ΣFx = 0
 ΣFy = 0
 ΣM = 0
Dikatan bahwa komponen – komponen x dan y saebagai pengganti gaya – gaya resultan 2. Gaya sebagai vector Merupakan sebuah besaran untuk percepatan dan kecepatan yang mempunyai 3 sifat.
 Harga
 Satu titik pada garis kerja gaya
 Arah gaya
38
3. Kopel
Kopel adalah merupakan dua buah gaya yang sama besar, paralel dan berlawanan arah resultante = 0 tetapi momen dan kedua gaya adlah harga konstan Terlihat dalam gambar
 M = F(h + x)
 M = F(h + x ) – F(x)
Gambar 11-1 sebuah kopel yang didefinisikan sebagai dua buah gaya yang sama besar, parallel dan berlawanan arah 4. Tiga gaya tak sejajar dalam keseimbangan
Gambar 11.2 Untuk memenuhi persamaan-persamaan keseimbangan, tiga buah gaya harus memberikan satu polygon gaya tetutup dan harus berpotongan pada satu titik bersama. Pada tiga gaya tak sejajar ini walaupun resultannya 0 tetapi momennya tidak bisa dipenuhi resultan gayanya yang bekerja dapat burupa sebuah kopel yaitu : dua buah gaya yang sama besar, sejajar dan berlawanan arah seperti terlihat dalam gambar.
39
5. Empat gaya tak sejajar dalam keseimbangan Contoh dua buah kasus untuk keadaan dimana empat buah gaya tak sejajar bekerja pada sebuah badan yang berada dalam keseimbangan yaitu
(1) tiga harga anu
(2) dua harga anu dan satu arah anu
cara penyeleseaiannya : Kasus (1): Metode (a): Gaya – gaya diambil dari titik m;(f1, f2, f3, f4) (F1)(a)= F2(b) dimana a dan b menyatakan jarak ke gaya – gaya yang bersangkutan sehingga persamaan ini dapat dipecahkan dengan persamaan segitiga – segitiga sebangun:
F1 = b
F2 a Di jelaskan hanya harga F2 yang ditentukan diatas.
Metode (b): Jika momen-momen diambil terhadap titik m, maka Resultan F1 dan F2 harus melalui titik m,sehingga persamaan momen dapat dipenuhi. Kasus (2): Keseimbangan aksi empat buah gaya dimana F1 dan F2 diketahui arahnya dan sebuah pada garis kerja(F4)
40
Apabila F1 dan F2 di gabungkan menjadi satu gaya resultante tunggal maka termasuk suatu system tiga gaya. 6. Gaya-gaya Paralel Pada gaya-gaya paralel sebuah Poligon gaya tidak dapat dipakai karena semua gaya parallel, maka perlu untuk memilih lagi satu persamaan momen untuk salah satu atu ke dua reaksi. Momen-momen terhadap suatu titik pada garis kerja F1,titik 0 untuk contoh: ΣM0 = 0 = +(P) (a)- (F2) (b)
P = b F2 a Dari rumus diatas dapat dipecahkan dengan membuat segitiga sebangun dimana P ditempatkan F2 kemudian arah F2 ditentukan dengan persamaan momen. F1 dapat di tentukan dengan dua cara: Dengan cara Polygon Dengan penerapan persamaan momen terhadap satu titik pada garis kerja (F2)
Jika gaya-gaya resultan nol dan momennya terhadap suatu titik juga nol akan menghilangkan adanya kopel, maka system berada pada dalamnya keseimbangan Gaya-gaya sejajar. Methode alternative
Metode-metode alternative yaitu metode Resolusi untuk menyelesaikan gaya-gaya sejajar darisuatu titik pada garis kerja gaya yang diketahui. Gambar garis m dan n yang memotong F1 dan F2 dan gaya P diketahui dan komponen yang satu dengan yang lainnya saling menghilangkan. Catatan : Dua buah gaya yang sama besar,sejajar dan satu garis kerja ditambahkan vector ke system untuk menerima suatu system tak sejajar.
41
Resultante Dua Gaya Sejajar
Untuk mendapatkan sebuah vector yaitu dengan menjumlahkan gaya yang sejajar, misalkan P1+ P2 dan gaya resultantenya terhadap suatu titik akan sama. Persamaannya a-e :(P1 +P2) (x) = (P2)(b)
X = P2 b P1+P2 Resultante Dua Gaya Sejajar. Metode Alternatif
Ini merupakan analisa gaya dari kesetimbangan gaya. Diperlihatkan dari gambar dengan menggunakan penghubung 2 gaya: F1, F2 dan bekerja di A dan B Anggota Dua Gaya
Anggota dua gaya adalah dimana sebuah batang penghubung dengan dua buah gaya yang saling berlawanan arah atau saling tarik menarik dan mengakibatkan adanya torsi, dan bisa juga karena adanya dua bua gaya maka batang penghubung mengalami kopel.
Kasus a: Roda Gigi. Pembahasan dalam Bab ini dibatasi hanya pada roda gigi lurus sederhana dimana gaya yang diteruskan antara dua roda gigi yang mempunyai arah disepanjang garis yang tegak lurus kepermukaan gigi dititik kontak, apabila gesekan diabaikan. Garis normal bersama semacam ini disebut garis tekan untuk gigi-gigi dengan profil infolut. Biasanya digunakan sudut tekan standar sebesar 14½ dan 20 derajat. Gambar 12-1a memperlihatkan dua buah roda gigi, A dan B. roda gigi A adalah penggerak, dan roda gigi B adalah roda gigi yang digerakkan. Gambar 12-1b memperlihatkan gaya resultan, R, yang bekerja melalui titik jarak bagi dan komponen-komponen radial dan tangensial, FT dan FR , dari gaya resultan.
42
Gambar 12-1. Gaya-gaya diberikan melalui roda-roda gigi
43
Kasus b: Pena Jika gesekan dan berat pena diabaikan, maka gaya-gaya yang bekerja pada sebuah pena harus melalui pusat pena.. konsekuensinya, gaya resultan harus melalui pusat pena, seperti ditunjukkan dalam gambar diawah ini.
Gambar. Gaya-gaya pada pena Jika gesekan diperhatikan, gaya resultan pada pena tidak lagi melalui pusat pena, tetapi terpisah dari pusat dalam suatu jarak yang memberikan suatu torsi yang sama dengan torsi gesekan, seperti ditunjukkan dalam gambar 12-2c. Kasus C: Anggota Lucur Gaya gaya reaksi tegak lurus kepermukaan yang berkontak, jika gesekan diabaikan, maka gaya resultan tidak lagi tegak lurus kepermukaan, tetapi dimiringkan dari garis vertical dengan suatu sudut Φ,. Sudut Φ didefinisikan sebagai tan Φ = = μ dimana μ adalah koofisien gesek. Φ disebut sudut gesek. Mekanisme Engkol Peluncur
Gambar 12-4a memperlihatkan mekanisme engkol peluncur. Sebuah gaya P, yang dapat dimisalkan sebagai resultan dari tekanan gas. Sistem dijaga dalam keseimbangan sebagai hasil dari suatu kopel yang diberikan kepenghubung 2 melalui poros di O2. Prosedur penyelesaian untuk semua soal dalam analisa gaya adalah sama, yaitu : pisahkan masing-masing anggota dengan membuat diagram benda bebas dari gaya-gaya yang bekerja pada anggota. Jika yang tidak diketahui lebih dari tiga untuk suatu badan tunggal, maka harus diperoleh informasi tambahan ditempat lain dengan melihat keanggota lain. Pemisahan anggota-anggota, atau pembuatan diagram benda bebas, dilakukan selayaknya saja, jangan terlalu diutamakan.
44
Gambar12-4. Diagram benda bebas sebuah mekanisme engkol peluncur Gambar 12-4b memperlihatkan masing-masing anggota yang terisolasi, dengan besaran-besaran dari berbagai gaya yang diketahui. Penghubung 3 adalah sebuah anggota dua gaya, karena gaya-gayanya bekerja diujung-ujung batang dan tidak ada gaya lain yang bekerja pada penghubung. Penghubung 4 mempunyai tiga gaya yang bekerja padanya, yaitu :
1. Gaya P yang diketahui.
2. Gaya F34 yang ditimbulkan oleh penghubung 3 pada penghubung 4, yang diketahui arahnya karena aksi dari penghubung 4 pada penghubung 3 harus disepanjang garis A-B karena penghubung 3 adalah sebuah anggota dan gaya. Aksi reaksi antara penghubung-penghubung 3 dan 4 harus sama besar dan berlawanan arah.
3. Gaya F14 tegak urus kepermukaan pandu, yang diketahui arahnya, tetapi besarnya tidak diketahui dan titik pada garis kerja F14 tidak diketahui.
45
Penghubung 2 mempunyai empat gaya yang tidak diketahui, yaitu:
1. Gaya F32 yang ditimbulkan oleh penghubung 3 pada penghubung 2, diketahui arahnya, tapi tidak diketahui besarnya.
2. Gaya yang ditimbulkan oleh penghubung 1 pada penghubung 2, tidak diketahui harga maupun arahnya.
3. Kopel yang belum diketahui, dikenakan ke penghubung 2,T2.
Catat tata nama yang dipakai untuk pernyataan gaya : F14 berarti gaya yang diberikan oleh penghubung 1 pada penghubung 4, F41 berarti gaya yang ditimbulkan oleh penghubung 4 pada penghubung 1. Site mini akan dipakai selama analisa gaya. F14 harus melalui perpotongan P dan F34 untuk memenuhi persamaan momen. Dua yang belum diketahui yaitu besarnya F34 dan F14, diperoleh dengan polygon gaya, seperti ditunjukkan dalam gambar 12-4c. F43 sama besar dan berlawanan arah dengan F23, yang untuk kasusu ini menempatkan penghubung 3 dalam kompresi. F12 harus sama besar dan berlawanan arah dengan F32, untuk menyeimbangkan gaya-gaya pada penghubung 2. Tapi 2 buah gaya yang sama besar, berlawanan arah dan sejajar akan memberikan suatu kopel yang hanya dapat diseimbangkan oleh kopel lainnya. Kopel pengimbang T2, sama dengan (F32)(h), dan searah putaran jam. Gambar 12-4d memperlihatkan sistem akhir untuk penghubung 2. F. GAYA-GAYA INERSIA 1. Gaya dalam Gerak Bidang Perhatikan badan yang ditunjukan gambar 13-1a yang bergerak pada kecepatan sudut sesaat sebesar ω rad/detik kea rah melawan putaran jam dan percepatan sudut sebesar α rad/detik2 ke arah melawan putaran jam. Badan tidak berputar terhadap suatu titk tetap, tetapi mempunyai gerak bidang. Diinginkan untuk menentukan gaya resultante dan kopel yang harus diberikan untuk menimbulkan gerak sesaat tersebut. Sumbu x dan y melalui suatu titik acuan, A, yang gerakannya diketahui. Untuk kemudahan, sumbu x dipilih, yaitu sesuai dengan arah percepatan di titik A. titik G adalah lokasi titik berat badan.
46
Gambar 13-1. Komponen-komponen gaya-gaya yang dikenakan ke sebuah partikel P, untuk menimbulkan suatu gerak
yang dikehendaki, ditunjukan di (a); gaya resultante yang dikenakan kebadan ditunjukan di (b).
Percepatan suatu titik, P, yang dinyatakan dengan persamaan percepatan relative,
adalah jumlah vector dari tiga besaran:
AP = AA +> rω2 +> rα
Partikel di P mempunyai massa diferensial sebesar dM; konsekuensinya, gaya
diferensial yang diberikan ke pertikel untuk memberikan percepatan ialah:
(dM) (AP) = (dM) (AA) +> (dM) (rω2) +> (dM) (rα)
Fx = M AA – ω2 dM x - α dM y
Fy = -ω2 dM y + α dM x
Momen dari resultante terhadap titik A ditentukan dengan mengambil momen dari
setiap komponen diferensial, dalam persamaan diatas, terhadap titik A. catat bahwa
momen akibat komponen normal, dM rω2, terhadap titik A adalah nol untuk setiap titik
pada badan.
Ta = - (dM Aa)y + (dM rα)r
TA = - AA dM y + α dM r2+
Lokasi MAg yang salah
Lokasi gaya resultante yang benar
(a)
(b)
Lokasi gaya resultante yang
benar
47
Penyederhanaan yang besar dapat dilakukan salah satu titik istimewa sebagai titik
acuan, yaitu titik berat. Jika titik berat dijadikan sebagai titik acuan, maka dM x = 0
dan dM y = 0 menurut definisi titik berat. Sehingga, persdamaan-persamaan diatas
ditulis kembali sebagai berikut:
Fx = M Ag
Fy = 0
T = Iα
dimana dM r2 didefinisikan sebagai I, yaitu inersia massa badan terhadap titik berat
badan, dan T adalah momen terhadap titik berat.
Gambar 13-1b memperlihatkan sebuah badan dengan percepatan titik beratnya
yang diketahui. Gaya resultante terletak di suatu jarak h dari titik berat. Dalam sekejap
saja, kita dapat mengatakan bahwa terdapat dua kemungkinan posisi untuk gaya
resultante, yaitu di m dan n dalam gambar. Jika percapatan sudut arahnya melawan
putaran jam, maka gaya resultante harus melalui n agar memberikan suatu momen gaya
resultante terhadap titik berat dalam arah melawan putaran jam yang sesuai dengan arah
percepatan sudut. Jarak h ditentukan dari kenyataan bahwa momen gaya resultante
terhadap titik berat adalah (MAg) (h), tetapi momennya dapat dinyatakan dengan Iα.
Sehingga, dengan menyamakan kedua persamaan, kita punya persamaan-persamaan
sebagai berikut:
M Agh = Iα
atau
h =
g g g A
k
M A
Mk
M A
I 2 2
dimana k adalah jari-jari girasi dari badan terhadap titik berat.
2. Gaya Inersia
Gaya resultante pada sebuah penghubung diperlihatkan dalam Gambar 13-2a.
gaya resultante di sini adalah resultante dari gaya-gaya yang dikenakan ke penghubung
melalui pena-pena, yaitu F1, dan F2. Atau F1, dan F2 dapat dipandang sebagai komponenkomponen
gaya resultante. Atau, jika gaya resultante dibalik arahnya, seperti ditunjukan
48
dalam Gambar 13-2b, penghubung dapat dipandang ada dalam keseimbangan. Kebalikan gaya resultante ini yang disebut gaya inersia, membentuk sebuah sistem yang kepadanya dapat diterapkan persamaan-persamaan keseimbangan (dikenal sebagai prinsip d’Alembert). (a) (b) Gambar 13-2. Gaya resultante, MAg, ditunjukan di (a); gaya resultante lawannya, yang didefinisikan sebagai sebagai gaya inersia, ditunjukan di (b). 3. Mekanisme Engkol Peluncur Gambar 13-3a memperlihatkan sebuah mekanisme engkol peluncur dan diagram percepatannya untuk posisi yang diperlihatkan. Lokasi titik berat dari masing-masing penghubung ditandai dengan G2,G3 dan G4. Penghubung 2 dimisalkan berputar dengan suatu kecepatan sudut konstan.
MAg (yang di balik) didefinisikan sebagai gaya inersia. Gaya resultante ini akan menyeimbangkan gaya-gaya yang dikenakan.
F1 dan F2 adalah gaya-gaya yang dikenakan ke penghubung 2 oleh penghubung lain.
49
Dalam diagram percepatan, harga dan arah percepatan dari titik berat penghubung-penghubung ditunjukan dengan g2, g3 dan g4. (a) Gambar 13-3a. Poligon percepatan untuk sebuah mekanisme engkol peluncur. (b) Gambar 13-3b. Gaya-gaya resultante dan inersia dari engkol.
Perhatikan penghubung 2 yang terisolir, dalam Gambar 13-3b. untuk kasus ini, karena penghubung 2 berputar dengan suatu kecepatan konstan, maka percepatan dari G2 berarah dari G2 ke O2. Karena α2 nol, maka gaya resultante harus melalui G2 dengan I2α = 0. gaya resultante yang bekerja pada penghubung 2 adalah M2Ag2, dan arahnya dari G2 ke O2, seperti dapat disaksikan dari diagram percepatan. Gaya inersia berlawanan arah dengan gaya resultante, yaitu berarah dari O2 ke G2, seperti ditunjukan. Gaya inersia, yang dinyatakan dengan f2, sama dengan M2Ag2.
Gaya resultante yang dikenakan ke penghubung 2 = M2Ag2
50
(c) (d)
(e) gambar 13-3c,d,e. Gaya-gaya resultante dan inersia batang penghubung.
Selanjutnya perhatikan penghubung 3. arah gaya resultante sesuai dengan arah percepatan G3. karena percepatan penghubung 3 melawan arah putaran jam, maka momen dari gaya resultante terhadap G3 juga melawan arah putaran jam. Untuk memenuhi hubungan-hubungan yang dipelukan untuk arah percepatan dan arah momen,
Sebuah gaya = M3Ag3 yang dipandang bekerja di titik berat yang memberikan percepatan linear titik berat.
Gaya resultante yang dikenakan ke penghubung 3 ( gaya sama dengan M3Ag3h = Iα/(M3Ag3)). Catat bahwa momen terhadap titik berat ada dalam arah yang sama dengan arah percepatan sudut (melawan putaran jam).
Sebuah kopel yang bekerja dalam arah yang sama dengan arah percepatan sudut. Kopel = I3α3. Untuk mendapatkan sebuah gaya resultante tunggal, buat setiap gaya kopel = M3Ag3. Jadi , (M3Ag3)h = I3 α3; Sistem direduksi seperti yang ditunjukan dalam gambar 13-3c
51
maka gaya resultantre ditempatkan seperti ditunjukan dalam Gambar13-3c. jarak gaya resultante dari titik berat, yakni h3, sama dengan I3α3/M3Ag3. gaya inersia, yang merupakan kebalikan dari gaya resultante, diletakan seperti ditunjukan dalam gambar 13-3d.
52
Fungsinya adalah gelombang cosinus yang menempuh satu daur lengkap pada
saat
Io
Wr
T = 2π.
Atau waktu T untuk satu daur lengkap adalah
T = 2π
Wr
Io
Pemecahan untuk Io:
Io = Wr
2
2
T
Momen inersia terhadap titik berat kemudian dapat diperoleh dan teorema
pemindahan :
Io = I + Mr2
53
Atau
I = Wr
2
2
T

g
Wr 2
Berat dapat ditentukan dengan menimbang suku cadang; T dapat ditentukan
dengan menyeimbangkan secara horisontal pada suatu mata pisau: T dapat diukur dengan
menumpu suku cadang secara vertikal, dan mengukur waktu osilasi. Gambar 13-8
memperlihatkan satu batang hubung yang ditumpu pada sebuah mata pisau yang
memungkinkan untuk penentuan waktu osilasi.
G. ANALISA DINAMIS
Analisa dinamik didefinisikan sebagai studi mengenai gaya-gaya di pena-pena,
gaya-gaya yang menyebabkan tegangan dalam suku cadang mesin, gaya-gaya sebagai
akibat gaya-gaya luar yang dikenakan ke mesin, dan gaya-gaya inersia akibat gerak setiap
suku cadang di dalam mesin. Gaya-gaya inersia dalam mesin-mesin berkecepatan tinggi
dapat menjadi sangat besar, dan tidak dapat diabaikan seperti yang boleh dilakukan
dalam mesin-mesin kecepatan rendah yang mempunyai suku cadang-suku cadang ringan.
Untuk kebutuhan dalam memahami besarnya gaya-gaya inersia, kita harus mengerti
bahwa gaya-gaya inersia mempengaruhi gaya-gaya yang diterima rangka mesin. Dengan
berubah-ubahnya gaya-gaya rangka dalam harga maupun arahnya, sehingga dikatakan
terbentuk gaya-gaya kocok, maka akan terjadi getaran dan ketakseimbangan.
Jika setiap penghubung, dengan gaya inersianya dan gaya-gaya yang dikenakan
ke penghubung, dapat dipandang ada dalam keseimbangan, maka mesin secara
keseluruhan dapat dipandang dalam keseimbangan.
1. Mekanisme Engkol Peluncur dengan Gaya-gaya yang Diberikan dan Gaya-gaya
Inersia.
Gambar 14-1a memperlihatkan sebuah mekanisme engkol peluncur dengan satu
gaya P yang diberikan ke torak. Engkol dimisalkan berputar pada suatu kecepatan sudut
konstandalam arah melawan putaran jam. Gambar 14-1b memperlihatkan diagram
percepatannya, yang digunakan dalam penempatan arah gaya-gaya inersia dalam gambar
14-1a. dikehendaki besarnya kopel T2 yang harus diberikankeengkol.
54
Gambar 14-1 Gaya-gaya sebuah mekanisme engkol peluncur dengan satu gaya P yang diberikan ke torak
Gambar 14-1c memperlihatkan penghubung-penghubung 3 dan 4 yang diisolasi bersama. Terdapat tiga anu: harga dan arah F23, F23 untuk menyatakan gaya total yang diberikan oleh penghubung 2 ke penghubung 3; F23 untuk menyatakan gaya yang diberikan oleh penghubung 2 ke penghubung 3 sebagai hasil dari analisa gaya inersia; F23 untuk menyatakan gaya yang diberikan oleh penghubung 2 pada penghubung 3 sebagai hasil dari analisa gaya statik, dan harga F14. Lokasi F14 ditentukan dari pengamatan ke penghubung 4 itu sendiri. Polygon gaya ditunjukkan dalam gambar 14-1d. penghubung 2 ditunjukkan terisolir di ganbar 14-1e. kopel T2 yang dikenakan ke penghubung 2 untuk keseimbangan adalah dalam arah putaran jam, dengan kopel yang diberikan untuk menggerakkan poros di O2 dalam arah melawan putaran jam, arah yang sama seperti putaran penghubung. Jadi terdapat sejumlah daya keluar dari mesin. jika gaya P yang diberikan dibuat lebih kecil, maka akan mungkin untuk dijumpai suatu kondisi di mana T2 yang dikenakan ke penghubung 2 dalam arah melawan putaran jam, atau kopel yang diberikan untuk menggerakkan poros di O2 akan dalam arah putaran jam, yaitu dalam arah berlawanan dengan putaran engkol. Dalam kasus seperti ini, tidak terdapat suatu keluaran daya dari mesin, melainkan terdapat masukan daya ke mesin. Daya tersebut dapat dipandang datang dari roda gila yang dipasangkan ke engkol. Memikirkan mekanisme aslinya dengan hanya gaya P yang diberikan dan kopel T2 yang dikenakan ke
55
engkol, sebagai gaya-gaya yang bekerja pada system, seperti ditunjukkan dalam gambar 14-1f. Jelas bahwa system tidak akan dalam keseimbangan. Gaya P dapat dipandang terdiri atas dua bagian: satu bagian melawan T2 dan sebagian yang lain berjalan terus untuk mempercepat suku cadang-suku cadang dengan gerak yang disebutkan. Bagaimanapun, pemakaian gaya-gaya inersia dalam analisa telah menyederhanakan persolaan ke suatu analisa system static yang seimbang.
2. Mesin Powell Mesin Powell adalah sistem yang diperlihatkan dalam gambar 14-2a, yaitu. Sebuah gaya P yang diketahui, dikenakan ke torak. Kecepatan engkol disebutkan, dan dari poligon percepatan yang ditunjukkan dalam gambar 14-2b, ditentukan percepatan-percepatan yang akan dipakai dalam perhitungan gaya-gaya inersia. Digunakan analisa gaya statik untuk menentukan polygon gaya yang diperlihatkan dalamgambar14-2c.
A
2
T
2
(a)
4
P
B
3
T
2
P
f
4
F
23
F
14
O
F
f
3
f
2
F
32
f
2
F
32
A
2
T
2
T
2
T
2
(e)
h
(d)
56
P
6 D,G6
5
G5
f6
O4
B,G4
f5
C
f4
G3
3
f3
O2,G2
2
(a)
(b)
Oa
a
g3
g6,d
g5
c
b,g3
F34 F23
F45
F14 F16
OF
P
f6
f5
F32
f3
f4
F34
T3
T2
AB
Gambar 14-2. Mesin Powell
3. Mekanisme Penyerut
Mekanisme penyerut gambar 14-3a mempunyai satu kopel yang diketahui yang
diberikan ke engkol, penghubung 2, yang berputar pada suatu kecepatan sudut konstan
yang diberikan, dalam arah melawan putaran jam. Gaya-gaya inersia ditunjukkan terskala
pada posisinya dikehendaki gaya Q yang diberikan pada penghubung 6. Analisa
dilakukan seperti suatu kasus static dari system dalam keseimbangan yang telah dianalisa.
Gambar 14-3b memperlihatkan masing-masing penghubung yang terisolasi.
57
6 6 f 5 f
Q 5 B
3 f
3 A
2 f
2
2 T
2
2 O
4
4 O
(a)
Gambar 14-3a. Gaya-gaya dalam sebuah mekanisme penyerut
Anu untuk setiap penghubung lebih besar dari tiga, sehingga penyelesaiannya
tidak dapat dibuat secara langsung. Penghubung-penghubung 2 dan 3, yang diamati
secara terpisah,mempunyai anu total sebanyak 6, yaitu: harga dan arah F12, harga dan
arah F23, dan harga dan lokasi F43. Tetapi, terdapat enam persamaan yang dapat
diterapkan, tiga untuk masing-masing penghubung. Gaya F32 diuraikan ke dalam dua
komponen: F32
r2 dan F32
N2 yaitu komponen yang masing-masing tegak lurus dan sejajar
ke O2 – A, seperti ditunjukkan dalam gambar 14-3c. F32
r2 diperoleh dari satu persamaan
momen. Ganbar 14-3c juga memperlihatkan F23
r2 dan F23
N2, yang dikenakan ke
penghubung 3 oleh aksi dan reaksi. Penghubung 3 dapat direduksi menjadi sebuah sistem
tiga gaya dengan menggabungkan F23 dan f3. Perpotongan resultante yang diperoleh dan
58
F23
N2 memberikan satu titik yang harus dilalui F43 untuk memenuhi persamaan momen.
Poligon gaya untuk mendapatkan F43 ditunjukkan dalam gambar 14-3c.
6 c
Q 6 f C 5 f
16 f 56 f 5 B
65 f 45 f 54 f B
23 f 3 3 f
23 f A
2 T 2 f 43 f
2 o 34 f
12 f (lokasi tdk
Diketahui)
(b) 14 f
gambar 14-3b.diagram-diagram benda bebas untuk masing-masing
penghubung yang terisolasi
59
3 f
2
23
T f
2
32
N f
2
32
T f f O 2
23
N f
2 f 2 3
2
f23 f T 
2 O 2
23
N f
2
23
T f 3 f
Lokasi 43 f
3
(c)
Gambar 14-3c. Analisis gaya untuk penghubung-penghubung 2 dan 3, dengan enam
anu dan enam persamaan keseimbangan.
Selanjutnya penghubung-penghubung 4 dan 5 dapat ditangani, dengan enam anu
dan enam persamaan. Penyelesaian selebihnya diserahkan pada mahasiswa.
4. Analisa Sebuah Sistem Untuk Suatu Gerak yang Dijelaskan
Sub bab ini mengemukakan suatu pembahasan mengenai usaha yang diperlukan
untuk suatu gerak yang dijelaskan pada sebuah mekanisme. Engkol peluncur, yang
60
ditunjukkan dalam gambar 14-4a, akan menolong maksud mengilustrasikan
penyelesaikan suatu gerak yang diberikan seperti yang dinyatakan oleh kecepatan sudut
engkol yang diketahui.
A 3 f
23 f 3 B 4 32 f
4 f p A
14 f 2 f
2 f 3 f 2
A 2 O
2 2 G 3 G 12 f
(konstan)
2 O 4 f
4 p = ?
(a) 3 f 2 f
A
P f O 4 f 23 f 2
2 O (c)
12 f
Engkol dimisalkan berputar pada suatu kecepatan sudut konstan. Tidak ada daya yang
diambil engkol, gaya P berjalan terus untuk memberikan percepatan seperti yang
dijelaskan oleh kecepatan sudut engkol yang diketahui. Diperlihatkan diagram benda
bebas setiap penghubung, dengan gaya inersia masing-masing penghubung. Sistem
ditangani sebagai suatu kasus keseimbangan static, dengan polygon gaya untuk
penghubung-penghubung 3 dan 4 ditunjukkan dalam gambar 14-4b. catat bahwa
61
penghubung-penghubung 3 dan 4 yang dipandang bersama memberikan suatu sistem
empat gaya, dengan resultante dari P dan f14 melalui perpotongan resultante dari f3 dan f4
dengan f23. Penghubung 2 diperlihatkan secara terpisah dalam gambar 14-4c.
A A
2 f 3 f
f t 32 f 23 f 3
2
4 f
2 f 2 O
12 f 14 f
3 f
A
3
f t =? 2 G 3 G
2 2
(konstan) B
2 O 2 f 32 f 4
f4
A
f t 2
32 f 3 f
12 f f 23 h t f h f 32
14 f 4 f 12 f 2 O
Gambar 14-5a memperlihatkan mekanisme yang sama seperti gambar 14-4a,
kecuali bahwa usaha diberikan oleh suatu kopel tf yang diberikan ke engkol. Tidak ada
daya yang dikeluarkan mesin, kopel diteruskan untuk memberikan gerak yang dijelaskan.
Diagram-diagram benda bebas ditunjukkan, dengan polygon gaya pada gambar 14-4b.
engkol ditunjukkan dalam gambar 14-5c.
Penting untuk dicatat bahwa efek yang sama, yaitu gerak yang dijelaskan, dicapai
dalam dua cara yang berbeda, dengan dua poligon gaya yang berbeda, dan dengan gaya62
gaya pena yang berbeda. Kita tidak dapat menganalisa system semacam ini untuk
tegangan-tegangannya tanpa mengetahui secara khusus bagaimana mesin digerakkan.
5. Analisa Gaya Statik dan Gaya Inersia yang Terpisah
Satu tipuan yang agak sering digunakan dalam mencoba memisahkan efek-efek
inersia dan statik adalah dengan memakai poligon-poligon gaya yang terpisah masingmasing
untuk gaya inersia dan statik. Ide dasar yang melandasi prosedur adalah prinsip
super posisi gaya-gaya, yang dapat diterapkan jika gesekan diabaikan. Gambar 14-6
mengilustrasikan prinsip tersebut. Dalam gambar ( a ) ditunjukkan satu badan yang
kepadanya dikenakan dua gaya, P dan f. ( P menyatakan suatu gaya statik; f menyatakan
suatu gaya inersia ). Gaya-gaya yang meletakkan system dalam keseimbangan adalah RL
dan RR. Di ( b ), gaya P dipandang bekerja sendirian, dan ditentukan reaksi-reaksi akibat
P. Di ( c ), gaya f dipandang bekerja sendirian, dan ditentukan reaksi-reaksi akibat f.
P f
l R (a) r R
P
akibatP
Rl
(b) R akibatP R
F
R akibat f l (c ) R akibat f R
Gambar 14-6. Ilustrasi prinsip suporpisi gaya
Apabila ( b ) dan ( c ) disuper posisikan, dengan reaksi-reaksi pada sisi-sisi kiri dan kanan
badan diperoleh dengan penjumlahan vector, maka dihasilkan kasus semula, yaitu ( a ).
Mari kita uji arti pendekatan semacam ini seperti yang diterapkan kesebuah mekanisme
engkol peluncur untuk maksud-maksud ilustratif.
63
Gambar 14-7a memperlihatkan sebuah mekanisme dengan satu gaya total P yang
diberikan ketorak. Engkol dimisalkan berputar pada suatu kecepatan sudut konstan. (
Mekanisme telah dianalisa dalam gambar 14-1 ). Dikehendaki kopel total T2 yang
dikenakan ke engkol.
A 2 f 3 f
2 2 G 3 G 3
tan 2 kons 2 T B 4 p
2 O 4 G 4 f (gaya yg dikenakan ke torak)
Gambar 14-7a. Sistem gaya-gaya yang diberikan dan inersia yang dapat dianalisis dengan
susunan gaya statik dan inersia yang terpisah
Dalam analisa gaya terpisah, dapat dipilih berbagai kombinasi gaya. Gambar 14-7b
memperlihatkan satu kombinasi dimana gaya P dipandang sebagai satu gaya statik, yang
memungkinkan diperolehnya ts yang dipandang sebagai sebuah kopel yang diakibatkan
oleh efek-efek statik. Analisa sistem hanya dengan efek-efek inersia memungkinkannya
diperoleh kopel tf yang dikenakan ke engkol. Penjumlahan ts dan tf memberikan T2, yaitu
kopel total yang dikenakan ke engkol. bahwa super posisi dari dua system dalam gambar
14-7b memberikan besaran-besaran total yang sama seperti yang diberikan dalam gambar
14-7a. Suatu kemungkinan yang kedua dalam analisa adalah dengan memperhatikan
system yang ditunjukkan dalam gambar 14-7c.
64
2 f 3 f
2
f t 3
4
4 f
2 t t T s f
2 s t 4
(b) P
Gambar 14-7b. Sistem-sistem yang terpisah untuk gaya statik dan inersia yang apabila
digabungkan memberikan sistem asli di (a). gaya total p yang diberikan
ke torak dipandang sebagai sebuah gaya statik.
2 f 3 f
A
2 3
B
4
4 f p
A
2 3
2 T B
4
(c) P-p
65
Gambar 14-7c. Sistem-sistem gaya statik dan inersia yang terpisah, yang Apabila digabungkan memberikan sistem aslinya di (a). gaya total p yang diberikan ke torak dikurangi gaya p yang diberikan ke torak untuk menyebabkan gerak yang dijelaskan, dipandang sebagai satu gaya statik. Jika gaya p diarahkan kekanan, maka gaya statik akan menjadi p plus p . Di sini sebuah gaya p digambarkan dikenakan ke torak, dengan tanpa kopel pada engkol, untuk mengimbangi gaya-gaya inersia. Sebuah gaya ( P – p ) dipandang dikenakan ke torak untuk penentuan T2. Gaya total, satu gaya p yang diperlukan untuk menimbulkan gerak yang dijelaskan, interpretasinya di sini adalah hanya sebagian dari gaya total yang diteruskan untuk menyebabkan kopel T2 pada engkol. Sekali lagi, dua system dalam gambar 14-7c bila digabungkan akan memberikan system aslinya dalam gambar 14-7a. Sekarang muncul pertanyaan, sitem mana yang akan dipakai dalam suatu analisa. Jika kita tertarik dengan efek-efek total, maka jawabnya adalah tidak ada bedanya system mana yang diambil. Jika kita tertarik dengan efek gaya-gaya inersia, untuk contoh, maka kita harus sangat berhati- hati. Untuk satu daur lengkap dalam sebuah motor bakar, system berganti-ganti karena untuk sebagian daurnya usaha datang dari tekanan gas pada torak sedangkan untuk daur selebihnya usaha datang dari kopel yang diberikan ke engkol melalui roda gila. Bandingkan gaya-gaya f14 dan f23 dalam gambar 14-4b dan 14-5b. Gaya-gaya ini berbeda sebagai akibat pemisalan yang berbeda mengenai mesin digerakkan. Tegangan-tegangan diberbagai anggota kedua system juga berbeda karena gaya-gaya penanya berbeda. 6. Gaya Kocok
Sebuah gaya kocok di definisikan sebagai jumlah vector dari gaya-gaya yang terdapat pada rangka suatu mesin, dengan gaya yang berubah-ubah dalam arahnya atau harganya atau keduanya. Gaya-gaya yang diteruskan ke rangka sebuah mesin dapat dipandang terjadi dari dua komponen: ( 1 ) gaya akibat gaya-gaya statik; dan ( 2 ) gaya akibat gaya-gaya inersia. Suatu analisa gaya gabungan akan memberikan gaya-gaya yang berubah-ubah yang terdapat pada struktur yang harus diperhatikan dalam rancangan akhir sebuah mesin. Tetapi, dapat pula dikehendaki untuk memisahkan efek kocokan gaya-gaya inersia dari efek kocokan gaya-gaya statik karena dalam beberapa kasus efek
66
gaya-gaya inersia dapat diseimbangkan sebagian, atau sepenuhnya, seperti yang akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya mengenai penyeimbangan mesin-mesin. Mekanisme engkol peluncur dipilih lagi untuk mengilustrasikan prinsip-prinsip. Gambar 14-4a dan 14-4b mengemukakan bahwa dengan usaha yang datang dari suatu gaya gas p pada torak untuk gerak yang dikehendaki maka gaya yang terdapat pada rangka stasioner adalah jumlah vektor dari gaya p yang dikenakan ke kepala silinder ( sebuah gaya ke kanan, sama besar dan berlawanan arah dengan gaya yang dikenakan ke torak ), gaya f41 dan gaya f21, dimana gaya f41 adalah gaya yang ditimbulkan oleh torak pada rangka, dan f21 adalah gaya yang ditimbulkan oleh engkol pad rangka. Apabila polygon gaya yang ditunjukkan dalam gambar 14-4b dianalisa bersama-sama dengan gaya-gaya dalam gambar 14-4c,maka akan diperoleh bahwa p ,atau gaya kocok akibat gaya-gaya inersia adalah jumlah vector dari gaya-gaya inersia. Jika mesin digerakkan oleh sebuah kopel yang diberikan ke engkol, seperti ditunjukkan dalam gambar 14-5a, maka gaya kocok f14 , dapat terlihat dengan gaya analisa gambar 14-5b. Jadi jumlah vector dari gaya-gaya inersia dapat ditentukan untuk memberikan secara langsung gaya kocok akibat gaya-gaya inersia, tanpa suatu analisa gaya. Tetapi, perlu dicatat bahwa garis kerja gaya kocok untuk gambar 14-4a tidak sama seperti garis kerja untuk gambar 14-5a. Garis kerja gaya kocok harus ditentukan dengan suatu analisa gaya secara lengkap. Penyeimbangan gaya kocok akibat gaya-gaya inersia tidak berarti pengoperasian yang mulus dari mesin. Harga kopel yang dikenakan ke engkol akan berubah-ubah meskipun apabila gaya total yang dikenakan ke torak konstan. Jika digunakan sebuah mesin silinder tunggal, maka sebuah kopel yang berubah-ubah yang diberikan ke engkol akan menyebabkan gaya yang berubah-ubah yang dikenakan ke rangka mesin. Dalam praktek sebenarnya, dipakai sebuah roda gila sehingga sebuah kopel yang terjadi oleh aksi roda gila akan melawan kopel yang berubah-ubah. ( Efek dari sebuah roda gila dibahas dalam Bab 16 ). Pemecahan lain adalah memakai beberapa mesin dengan engkol-engkol yang ditempatkan sedemikian sehingga dapat diperolehsatu kopel yang lebih beraturan.
67
H. ANALISA RODA GILA Sebuah roda gila yaitu suatu massa berputar yang digunakan sebagai reserver energi dalam sebuah mesin. Energi kinetik ( EK ) suatu badan yang berputar dinyatakan sebagai : = 1/2 I0 ω2 Dimana I0 = momen inersia massa dari badan ω = kecepatan sudut perputaran Catatan : apabila kecepatan berkurang energi akan dilepas oleh roda gila dan sebaliknya jika kecepatan bertambah energi akan disimpan didalam roda gila. 16-1 Koefisien Fluktuasi Kecepatan Variasi kecepatan yang di ijinkan disebut dengan koefisien fluktuasi kecepatan yang di defenisikan. Variasi kecepatan biasa dirumuskan dengan : Δ = Dimana : ω1 = kecepatan sudut maksimum dari roda gila ω2 = kecepatan sudut minimum dari roda gila ω = kecepatan sudut rata-rata dari roda gila δ = variasi kecepatan atau bisa dengan : δ = dimana : v1 = kecepatan maksimum suatu titik tertentu di roda gila v2 = kecepatan minimum titik yang sama di roda gila v = kecepatan rata-rata titik yang sama di roda gila. Berat Roda Gila untuk suatu Koefisien Fluktuasi Kecepatan yang tertentu.
Rumus energi kinetik sebuah benda yang berputar terhadap satu pusat tetap. K.E = 1/2 I0 ω2 Dimana : I0 = momen inersia massa dari badan
68
ω = kecepatan sudut perputaran Perubahan Energi Kinetik = E E = 1/2 I0(ω12-ω22) ω1 = kecepatan sudut maksimum ω2 = kecepatan sudut minimum apabila persamaan diatas dikalikan jari-jari, rata-rata dari rim roda gila rumusnya yaitu : rω1 = kecepatan maksimum sebuah titik pada jari-jari rim roda gila rω2 = kecepatan mimimum titik yang sama I0 = momen inersia 2r2 = jari-jari rim Jika r= maka rumusnya : (V1 - V2)/2 = V = kecepatan rata-rata untuk yang sama pada jari-jari rim roda gila (V1 - V2)/V = δ = percepatan yang didefenisikan sebagai koefisien fluktuasi Jadi rumus untuk perubahan energy : E I0 = momen inersia massa (w/g)k2 dimana k jari-jari girasi Apabila jari-iari girasi disamakan dengan jari-jari rata-rata rim maka rumus yang didapat Rumus dapat ditulis didalam suku-suku kecepatan minimum dan maksimum yaitu :
69
Catatan : Berat sebenarnya dari rim roda gila dapat diambil kurang lebih 10% lebih kecil dari berat yang dihitung memakai rumus diatas untuk memperhitungkan efek-efek lengan dan tab roda gila dan bagian yang berputar lainnya. Kecepatan rata-rata yang diijinkan untuk besi cor dibatas dari 1200-1800 mtr/menit maksimum. Kecepatan rata-rata yang diijinkan untuk baja bisa lebih tinggi tergantung kondisi roda gila.
Contoh : Penggunaan sebuah roda gila untuk mengurangi ukuran motor yang diperlukan untuk pelubangan. Satu lubang 22 mm, dibuat dengan res pelubang dengan ukuran plat 20mm dari baja SAE 1030 yang dilunakkan. Dimisalkan 30 lubang dipres lubang dalam waktu 1 menit, selama dua detik dimisalkan waktu pelubang yang sebenarnya terjadi dalam waktu ( 1/10)(2)=(1/5)dtk. Roda gila berputar 210 rpm dengan reduksi kecepatan yang diperlukan melalui suatu roda gigi untuk 30 operasi perlubang/menit. Maka gesekan akan diabaikan sepenuhnya, Menentukan ukuran motor bergantung pada gaya yang diperlukan dalam operasi perlubangan. Gaya maksimum merupakan suatu fungsi dari beberapa variable bahan perlakuan kelihatan bahan ruang bebas antara pelubang dan cetakan. Rumus Gaya Maksimum P = π d.t.s Dimana : d = diameter lubang dalam (mm) t = ketebalan plat dalam (mm) s = tahanan geser (N/mm2) jadi gaya maksimumnya; P = π(22)(20)(360) = 497.630 N Apabila gaya maksimum terjadi disekitar 3/8 kedalam plat, biasanya luas dibawah kurva gaya perpindahan dapat didekati dengan rumus : ω’ = ½ pt Dimana : ω’ = kerja yang dilakukan (Nm)
70
p = gaya maksimum
t = ketebalan plat (m)
jadi :
ω’ = ½ (497.630)(20)/1000
= 4.976 Nm
Analisa A. – Tanpa Roda Gila. Daya rata-rata yang diperlukan, dengan memisalkan
bahwa kurva gaya – deffleksi berbentuk segi empat seperti ditunjukkan dalam gambar
16-1b, ditentukan oleh Nm per satuan waktu. Dalam kasus ini, gaya rata-rata adalah
4.976/(1/5) = 24.880 Nm/dtk. Ini setara dengan 25kilowatt. Sebenarnya, daya maksimum
saat akan mendekati 50 kW.
Analisa B. – Memakai sebuah roda gila. Jika digunakan sebuah roda gila, maka
ukuran motor dapat sangat diperkecil. Ukuran motor yang diperlukan dapat ditentukan
dari kondisi bahwa energi yang diambil dari roda gila harus dikembalikan lagi oleh roda
gila motor dalam satu daur. Energi yang diambil dari roda gila adalah 4.976 Nm dalam
1/5 dtik. Tetapi, energi 4.976 ini harus disuplai oleh motor dalam 2 dtk. Atau motor harus
mensuplai energi pada laju sebesar 4.976/2 = 2.488 Nm/dtk. Ini setara dengan 2,5 kW
yakni ukuran motor yang diperlukan.
Berat roda gila yang diperlukan dapat ditentukan dengan memakai kurva yang
ditentukan dalam gambar 16-1c. Luas abcda menyatakan energi yang disuplai oleh motor
dalam 1 daur. Luas Efghde menyatakan energi yang diperlukan dalam operasi
pelubangan. Luas eicd menyatakan energi yang disuplai oleh motor selama operasi
pelubangan yang sesungguhnya. Jadi energi yang harus diambil dari roda gila adalah
4.976 – 498 = 4.478 Nm.
Gambar 16-1. Variasi gaya dalam suatu operasi pelubangan dan energi yang diperlukan
selama satu daur.
71
(Energi yang disuplai oleh motor selama operasi pelubangan sesungguhnya adalah
(2.488)(1/5) = 498 Nm, atau 1/10 dari energi yang diperlukan dalam satu daur penuh).
Dengan memisalkan diameter rata-rata sebesar 0,75 m, maka kecepatan maksimum
dari roda gila adalah :
V =
=
=
Jika drop kecepatan yang diijinkan disebut sebesar 10%, maka kecepatan minimum
adalah 7,4m/dtk
Berat roda gila yang diperlukan diperoleh dari :
W =
=
= 7.033 N.
Sebenarnya, hanya sekitar 90% berat atau sekitar 6.330 N yang diperlukan dalam rim
roda gila, sedang efek berat selebihnya datang dari ruji-ruji dan hub dengan kata lain,
hanya sekitar 90% dari efek roda gila datang dari rim. Berat total rim roda gila sekitar
125% berat rim.
Ukuran rim dapat ditentukan dari kenyataan bahwa berat rim adalah
(b)(h)(πD)(0,176), dimana b adalah lebar rim dalam cm, h adalah tebal rim (cm), D
adalah diameter rata-rata rim (cm), dan 0,176 adalah berat jenis besi cor dalam N per cm
kubik
Jadi, (b)(h)(πD)(0,176) = 6.330
(b)(h)(π75)(0,176) = 6.330
Atau, (b)(h) = 165 cm2c
Apabila h dibuat sekitar 11/4b, maka dimensi rim kurang lebih adalah 11 cm kali 6,6 cm.
Catat bahwa kecepatan rim roda gila tidak pada harga maksimum yang bisa sekitar
1200/menit. Dengan demikian sebuah roda gila dengan diameter yang lebih besar akan
memungkinkan berat di rim yang lebih kecil dengan penampang yang lebih kecil.
72
I. PENYEIMBANGAN MASA-MASA BERPUTAR Alasan kita mambahas penyeimbangan masa berputar adalah apakah efek dari gaya-gaya inersia dapat membentuk gaya-gaya kocok. Jawabannya adalah mungkin untuk menyeimbangkan cara keseluruhan atau sebagian gaya-gaya inersia dalam sebuah system dengan mengetengahkan gaya-gaya inersia tambahan yang akan membantu melawan efek gaya-gaya inersia semula. System penyimbangan ini akan di terapkan pada dua persoalan yang berbeda :
1. Penyeimbagan masa yang berputar seperti yang di ilustrasikan oleh sebuah engkol mesin mobil,
2. Penyeimbangan masa bolak-balik seperti yang di ilustrasikan oleh sebuah mekanisme engkol peluncur.
1. Masa Putar Tunggal
Untuk sebuah mengilustrasikan dari prinsip yang terlibat pada massa putar tunggal perhatikan gambar di bawah ini:
Gambar 16-2 Diagram Indikator
AB1W2O1R1W
73
Dimana sebuah berat terpusat Berputar terhadap satu sumbu tetap dengan satu
kecepatan konstan.gaya inersianya adalah ( /g) . Gaya inersia akan di menimbulkan
reaksi-reaksi yang berubah-ubah pada bantalan- bantalan A dan B, jika bobot
diperbolehkan berputar dengan tanpa diberi bobot yang lain.Jika suatu berat
ditempatkan berlawanan langsung dengan seperti ditunjukkan dalam gambar di
bawah ini:
Pada suatu jari- jari yang sedemikian sehingga gaya inersia dari seimbang
dengan gaya inersia dari , maka akan dihasilkan sebuah system yang seimbang.
=
Untuk keseimbangan poros dalam putaran poros apapun, jumlah momen dari
bobot- bobot terhadap harus nol, atau
( ) - ( ) = 0
2. Dua Bobot Putar
Perhatikan gambar dibawah ini. memperlihatkan 2 bobot pada sebuah poros. Intuk
menyederhanakan, di tempatkan berlawanan secara diametric dengan , tetapi
dengan digeserkan dalam arah panjang poros, dapat diperoleh dengan mempunyai
= (yang juga merupakan kondisi agar mempunyaikeseimbangan gaya- gaya
inersia untuk kasus khusus dua bobot yang berlawanan).
1 R
1 W
2 R
2 W
A B
1 W
2 W
1 1 2 2 W R W R
1 1 2 2 W R W R
1 W
2 W
1 R
1 W
2 R
2 W
74
Kasus istimewa ini membantu dalam mengilustrasikan kenyataan bahwa dengan
mempunyai keseimbangan statik belum menjamin keseimbangan dinamik. Perlu di
tengahkan bobot- bobot tambahan dalam system guna memberikan keseimbangan static
maupun dinamik. Untuk kasus istimewa ini perlu diberikan dua bobot unutk
keseimbangannya karena tidak mungkin untuk menyeimbangkan sebuah kopel dengan
satu gaya. Sebuah bobot dapat ditempatkan berlawanan dengan untuk mengimbangi
, dan satu bobot lagi dapat ditempatkan berlawanan dengan untuk
menyeimbangkan .
3. Sistem Bobot Jamak
Perhatikan gambar di bawah ini memperlihatkan sebuah system umum dari bobotbobot
yang terletak di sepanjang sebuah poros yang berputar pada suatu kecepatan sudut
konstan. , , dan adalah sudut-sudut yang masing-masing di buat oleh , dan
dengan sumbu x.diinginkan untuk menunjukan bahwa system dapat di
seimbangkanoleh dua bobot tambahan, di banding 4A dan satu lagi di banding B. juga di
inginkan untuk mendapatkan hubungan-hubunganyang harus di penuhi.
Gaya resultan di bidang A adalah : Gaya resultan dibidang B adalah :
2
1
1 R
g
W
b
a
R
g
W 2 1
1
1 b
a
R
g
W 2 1
1
1
2 W
1 W
X
3
1
3 R
2 R
1 R
3 W
BidangA BidangB
1 a
b
2
1
1 R
g
W 2
1
1 R
g
W
poros
kopel
Suatu
BidangA BidangB
1 W
1 a
3 W
2 W
BidangA
BidangB
2
1
1 R
g
W b
a
R
g
W 2 1
1
1
b
a
R
g
W 2 1
1
1
75
Mula-mula perhatikan , seperti yang di tunjukan terisolasi dalam gambar . jika
dua gaya khayal yang sama bersar berlawanan arah F,( , /g). di tambahkan di
bidang A seperti di tunjukan dalam gambar 17-3b. maka tidak akan terjadi perubahan
dalam sitem.gaya-gaya yang di tambahkan sejajar dengan gaya inersia dari . Resultan
dari tiga gaya tersebut adalah :
(1) satu gaya ( , /g) di bidang A sejajar dan dalam arah yang
sama dengan gaya asalinya dan
(2) (2) sebuah kopel yang sama dengan ( , /g) ( ), dimana
adalah jarak dari bidang A ke .
BidangB
Gaya
2 efekW
1 efekW
3 EfekW
1 efekW
3 EfekW
2 efekW
BidangA
2 W
B
3
1 R
2 1 R a
2 a
b a
3 a
2 W
BidangA BidangB
1 W
3 W
2
B W
3 R
1 W
X
3 W
1
A
3
A R
A W
1 W
2 W
Sistem ini tidak seimbang
meskipun demikian suatu
persamaan momen terhadap
pusat pena tidak
menunjukan fakta ini
76
4. Metode Analisis
(a) Untuk keseimbangan gaya-gaya horizontal + + . . . + + = 0 Bagi seluruh dengan /g: = 0
(b) Untuk bkeseimbangan gaya-gaya vartikel: + + . . . + + = 0 Atau = 0
(c) Untuk keseimbangan momen-momen terhadap bidang A dari gaya-gaya horizontal, dimana a menyatakan jarak dari setiap gaya ke bidang A : + + . . . + = 0 Atau =0
(d) Untuk keseimbangan momen-momen dari gaya partikel terhadap barang + + . . . + = 0 Atau = 0 Dalam hal ini ksimpulannya adalah bahwa untuk keseimbangan gaya-gaya inersia boleh dirinya sendiri, harus = 0
(1) = 0 ( keseimbangan gaya-gaya horizontal )
(2) = 0 (keseimbangan gaya-gaya vartikel )
(3) =0 (keseimbangan momen-momen dalam bidang horizontal terhadap bidang A)
(4) = (keseimbangan momen-momen dalam bidang vartikel terhadap bidang)
77
LATIHAN SOAL
1. 1. Dari gambar mekanisme empat penghubung berikut, tentukan:
2. a. Gambarkanlah segi banyak percepatan untuk gambar soal no. 1. Skala: 1
b. Tentukan α2 dan α4 dalam radian/detik2.
a. Gambar segibanyak kecepatan dengan skala 1 inci = 25 inci/det
b. Kecepatan sudut 3 rad/det berdasarkan VCB
c. Kecepatan sudut 4 rad/det
2
4
B
A 2 = 50 rad/det
3
C
60O 2 = 1600 rad/det2
O2A = 1,75”
AB = 2,25”
AC =3,10”
BC = 4”
O4C = 2,5 cm
O4
O2
78
DAFTAR PUSTAKA Beer & Johnston. (1976). Mechanics of Engineer-Dynamics. McGraw-Hill Hinkle (1960), Kinematics of Mechines. Prentice Hall Holowenko dan Cepy Prapto (1992). Dinamika permesinan, Jakarta: Erlangga Martin, GH dan Setiyobakti (1984). Kinematika dan Dinamika Tekni., Jakarta: Erlangga Meriam & Krainge (1998). Engineering Mechanics. New York: Wiley.

vektor



Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
A
B
MODUL PERTEMUAN KE – 2
MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks)
MATERI KULIAH:
Definisi Vektor, Komponen Vektor, Penjumlahan Vektor, Perkalian Vektor.
POKOK BAHASAN:
VEKTOR

2-1 DEFINISI VEKTOR
Skalar adalah besaran yang tidak mempunyai arah, misalnya waktu,
volume, energi, massa, densilitas, kerja. Penambahan skalar dilakukan dengan
metode aljabar misalnya, 2 detik + 5 detik = 7 detik; 10 kg + 5 kg = 15 kg.
Vektor adalah besaran yang mempunyai arah, misalnya gaya,
perpindahan, kecepatan, impuls.
Sebuah vektor dapat digambarkan dengan anak panah, dan anak panah
ini disebut dengan vektor. Sebuah vektor dengan besar dan arah tertentu
(Gambar 2-1). Titik A menyatakan arah, panjang 4 satuan menyatakan besar
serta garis yang melalui AB menyatakan garis kerja vektor.
Gambar 2-1. Vektor AB
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
Simbol vektor dinyatakan dengan huruf cetak tebal atau dengan A , a ,
AB dan besarnya dengan A, a, AB atau │ A │, │ a │, │ AB │.
Vektor Bebas adalah sebuah vektor yang dapat dipindahkan ke mana
saja dalam ruang, asalkan besar dan arahnya tetap.
Vektor Satuan adalah sebuah vektor yang besarnya satu satuan vektor.
Vektor satuan pada sumbu X, Y, dan Z dinyatakan dengan vektor satuan iˆ , jˆ ,
kˆ atau x aˆ , y aˆ , z aˆ .
Suatu vektor A bisa di tulis dengan :
A = A A eˆ
Disini A eˆ adalah vektor satuan dari vektor A .
Vektor Negatif P adalah vektor - P yang besarnya sama tetapi arahnya
berlawanan.
Vektor Resultan adalah jumlah terkecil vektor yang menggantikan sistem
vektor yang bersangkutan .
2-2 KOMPONEN VEKTOR
Vektor Dalam Ruang
Vektor A dalam ruang dinyatakan dengan
A = Ax + Ay + Az = A i x
ˆ + A j y
ˆ + A k z
ˆ
dan besarnya
A = 2 2 2
x y z A + A + A
x A , y A , z A dan iˆ , jˆ , kˆ masing – masing adalah komponen vektor dan
vektor satuan pada sumbu x, y, dan z.
disini Ax = A i x
ˆ besarnya x A = A cos α
Ay = A j y
ˆ y A = A cos β
Az = A k z
ˆ z A = A cos γ
Arah vector A terhadap sumbu x, y, dan z positif adalah
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
Cos α =
A
Ax , Cos β =
A
Ay , Cos γ =
A
Az
Vektor Dalam Bidang
Dalam bidang sumbu Z tidak ada maka vector A adalah :
A = Ax + Ay = A i x
ˆ + A j y
ˆ
besarnya :
A = 2 2
x y A + A
Komponen vektornya :
Ax = A i x
ˆ besarnya : x A = A cos α
Ay = A j y
ˆ y A = A cos β = A sin α
Arahnya terhadap sumbu x dan y :
Cos α =
A
Ax , dan Cos β =
A
Ay
Gambar 2.2. Vektor A dalam Ruang
Gambar 2.3. Vektor A dalam Bidang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
2-3 PENJUMLAHAN VEKTOR
Dalam ilmu hitung (aritmetika) dan ilmu aljabar kita berhadapan dengan
bilangan semata – mata. Dalam ilmu analisa vektor, yang merupakan salah satu
cabang ilmu matematika murni, begitu pulalah halnya: sebuah vektor dianggap
semata – mata sebagai sebuah anak panah atau ”sepotong garis lurus yang
berarah” tanpa mempunyai arti fisis sama sekali. Tetapi, sama seperti hukum –
hukum ilmu hitung dan ilmu aljabar dapat menjelaskan operasi – operasi tertentu
yang dapat dilakukan dengan beberapa besaran fisika, hukum – hukum aljabar
vektor dapat pula menjelaskan beberapa (tidak semua) aspek besaran – besaran
fisika lainnya.
(a) Metode Grafik
Untuk menjumlahkan vektor A dengan vektor B , tariklah B sedemikian
rupa sehingga ekornya berada pada kepala A jumlah vector A dan B adalah
vektor R yang menghubungkan ekor A dan kepala B dan besar serta arahnya
dapat di ukur (Gambar 2-4).
Gambar 2.4. Penjumlahan 2 Vektor A dan B
Dengan cara yang sama dilakukan bila lebih dari 2 vektor dijumlahkan.
Vektor Resultan R adalah vektor yang ditarik dari ekor vektor pertama ke kepala
vektor terakhir. (Gambar 2.5).
Gambar 2.5. Penjumlahan Vektor R = A + B + C + D
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
(b) Metode Jajaran Genjang
Vector Resultan R = A + B dapat di hitung dengan :
(1) Membuat titik tangkap vektor A dan B
(2) Membuat jajaran genjang dengan vektor A dan B sebagai sisi – sisinya.
(3) Menarik diagonal dari titik tangkap vektor A dan B .
Vektor R = A + B adalah vektor diagonal jajaran genjang tersebut
(Gambar 2.6).
Gambar 2.6. Vektor R = A + B dengan metoda jajaran genjang.
Bila θ = ( A, B ) = sudut antara vector A dan B maka :
R = │ A + B │ = A2 + B2 - 2 ABcos180 - q
Arah vektor R terhadap vektor B adalah ( R , B ) disini :
sin (180 - q )
R
= (R B)
A
sin ,

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
(c) Metode Komponen
Menjumlahkan dua atau lebih vektor A, B,C,...... sekaligus dengan
metoda komponen dilakukan sebagai berikut.
(1) Uraikan semua vektor ke dalam komponen dalam arah x, y, dan z.
(2) Jumlahkan komponen – komponen dalam arah x, y, dan z bersama – sama
yang memberikan Rx, Ry, Rz.
Artinya, besarnya Rx, Ry, dan Rz diberikan oleh :
Rx = Ax + Bx + Cx + ........
Ry = Ay + By + Cy + ........
Rz = Az + Bz + Cz + .........
(3) Hitung besar dan arah Resultan R dari komponennya Rx , R y ,dan Rz
Besar vektor Resultan R dinyatakan dengan :
R = 2 2 2
x y Z R + R + R
Dan arahnya terhadap sumbu x, y, dan z adalah :
Cos α =
R
Rx , Cos β =
R
Ry , Cos γ =
R
Rz
Contoh :
1. Carilah jumlah dua vektor gaya berikut dengan cara parallelogram : 30 pon
pada 30° dan 20 pon pada 140° (satu pon gaya adalah gaya sedemikian
hingga benda dengan massa 1 kg mempunyai berat 2,21 pon di bumi. Satu
pon adalah sama dengan gaya 4,45 newton; ( 4,45 N )).
Kedua vektor gaya diperlihatkan pada gambar 2-10 (a). Kita bentuk
paralelogram dengan kedua gaya itu sebagai sisinya, lihat gambar 2-10 (b).
Resultannya, R , adalah diagonal paralelogram. Dengan pengukuran
ditemukan R adalah 3 pon pada 72°.
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Mercu Buana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
Gambar 2-10
2. Empat vektor sebidang bekerja pada sebuah benda dan berpotongan di titik
O. Lihat Gambar 2-11 (a). Carilah resultan gaya secara grafik. [ Pada
Gambar 2-11, satuan gaya N adalah Newton. Benda dengan massa 1 kg
beratnya 9,8 N di bumi : Gaya 1 N adalah sama dengan gaya 0,225 pon ].
Gambar 2-11
Dari titik · keempat vektor ditarik seperti tampak pada Gambar 2-11(b). Ekor
vektor yang satu diimpitkan dengan ujung vektor sebelumnya. Maka anak
panah yang dapat ditarik dari titik · ke titik ujung vektor terakhir adalah vektor
resultan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
Dengan mengingat skala gambar didapatkan dari gambar 2-11 (b) bahwa R
= 119 N. Dengan mistar busur sudut didapatkan 37°. Maka R membentuk
sudut θ = 180° - 37° = 143° dengan sumbu x positif. Resultan gaya-gaya itu
adalah 119 N pada sudut 143°.
3. Lima gaya sebidang bekerja pada sesuatu obyek. Lihat Gambar 2 - 13.
Tentukan resultan kelima gaya itu.
Gambar 2-13
a) Tentukan komponen x dan y setiap gaya sebagai berikut :
Gaya Komponen x Komponen y
19 N 19 0
15 N 15 cos 600 = 7.5 15 sin 600 = 13
16 N - 16 cos 45° = - 11.3 16 sin 45° = 11.3
11 N - 11 cos 30° = - 9.5 - 11 sin 30° = - 5.5
22 N 0 -22.0
Perhatikan tanda + dan – pada komponen – komponen diatas.
b) Komponen vektor R adalah Rx = Σ Fx dan Ry = Σ Fy berarti ” jumlah
semua komponen gaya adalah arah x”. Dengan demikian
Rx = 19,0 + 7,5 – 11,3 – 9,5 + 0 = + 5,7 N
Ry = 0 + 13,0 + 11,3 – 5,5 – 22,0 = -3,2 N

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T
FISIKA DASAR
c) Besarnya gaya resultan :
R = R R N x y 2 + 2 = 6.5